kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Semakin banyak negara yang melarang rokok elektrik, ini alasannya


Sabtu, 28 September 2019 / 02:00 WIB
Semakin banyak negara yang melarang rokok elektrik, ini alasannya


Reporter: kompas.com | Editor: S.S. Kurniawan

KONTAN.CO.ID - Amerika Serikat (AS) baru-baru ini mengumumkan rencana untuk melarang rokok elektrik beraroma, kecuali untuk produk aroma tembakau.

Alasannya, kenaikan jumlah siswa menengah pertama dan menengah atas yang menggunakan produk-produk ini.

Beberapa hari kemudian, Pemerintah India menyetujui untuk melarang produksi, impor, maupun penjualan rokok elektrik.

Hingga saat ini, lebih dari 20 negara, kebanyakan di Amerika Selatan, Timur Tengah, dan Asia Tenggara, melarang penjualan produk-produk rokok elektrik.

Baca Juga: Rokok elektrik dilarang di AS, Philip Morris batal akuisisi pemilik Juul

Beberapa negara juga telah melarang kepemilikan produk-produk ini. Thailand memiliki undang-undang yang paling ketat.

Sementara negara-negara, seperti Australia, Kanada, dan Norwegia telah melakukan banyak pembatasan.

Penelitian menunjukkan, rokok elektrik bisa membantu perokok untuk berhenti merokok secara teratur demi kesehatan jangka panjangnya.

Tapi, orang-orang muda yang tidak pernah merokok kretek menggunakan rokok elektrik yang tersedia dalam 1.500 rasa, termasuk permen karet dan benang karet.

Baca Juga: Rokok tembakau versus vape, mana yang lebih berbahaya?

Dalam sebuah survei terhadap anak berusia 12-17 tahun, 81% perokok elektrik memilih untuk menggunakan rokok elektrik karena tersedia dalam banyak rasa yang mereka sukai.

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS, lebih dari 3,6 juta anak di negeri uak Sam menggunakan rokok elektrik, dengan lonjakan 78% (dari 11,7% menjadi 20,8%) dari 2017 hingga 2018.

Di Inggris, 1,6% dari mereka yang berusia 11-18 tahun menggunakan rokok elektrik lebih dari sekali seminggu dibandingkan dengan 0,5% pada 2015.

Karena sifat nikotin yang membuat ketagihan, ada risiko rokok elektrik lebih mudah untuk beralih menggunakan rokok kretek. Memang, beberapa profesional kesehatan menyebut rokok elektrik sebagai “obat gerbang”.

Rokok elektrik membuat aerosol dengan memanaskan larutan kimia yang kompleks terdiri dari minyak, penyedap, dan nikotin.

Partikel-partikel halus yang dilepaskan dalam uap memiliki ukuran dan konsentrasi yang sama dengan asap tembakau, sehingga bisa mencapai sampai dalam paru-paru.

Baca Juga: Pemerintah AS mengaktifkan pusat operasi darurat terkait vaping

Beberapa bahan kimia ini beracun bagi sel. Tapi, yang membuat penelitian tentang keselamatannya sulit adalah setiap produk memiliki komposisi kimia yang sangat berbeda yang ditentukan oleh suhu saat alat uap memanaskannya.

Para peneliti menemukan, vaping bisa melukai saluran udara, yang mengarah ke produksi jumlah lendir yang lebih besar dan peningkatan enzim pengurai jaringan yang disebut protease.

Protease tingkat tinggi bisa menghancurkan jaringan paru-paru yang sensitif dan mengurangi kemampuan paru-paru manusia untuk berfungsi.

Kerusakan yang dihasilkan pada paru-paru tidak bisa dipulihkan, dan seiring waktu dapat menyebabkan kondisi paru-paru yang parah. Termasuk, emfisema yang umumnya ditemukan pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).

Bagi mereka yang sudah memiliki penyakit paru-paru kronis, seperti COPD atau asma, vaping dikaitkan dengan meningkatnya risiko terkena penyakit berbahaya lain.

Baca Juga: Ada studi baru, apakah rokok elektrik aman?

Sebuah studi AS baru-baru ini, yang diterbitkan dalam American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine, menyelidiki efek penggunaan rokok elektronik kronis pada penanda cedera paru-paru di saluran udara.

Protease yang dikaitkan dengan kerusakan jaringan meningkat pada perokok dan vapers dibandingkan dengan yang bukan perokok.

Masalah dengan menyelidiki potensi bahaya dari rokok elektrik adalah, ada begitu banyak produk, perangkat dan perasa, sehingga tidak mungkin untuk membuat "standarisasi paparan".

Menurut sebuah laporan oleh US Surgeon General, 97% perokok vape muda menggunakan produk rasa dalam 30 hari sebelumnya.

Masing-masing produk rokok elektrik dilaporkan memiliki lebih dari enam bahan kimia penyedap dengan rasa paling manis yang memiliki jumlah senyawa yang jauh lebih tinggi.

Pengujian terhadap 166 produk rokok elektrik menunjukkan, satu dari lima (21%) mengandung bahan kimia penyedap (benzyl alcohol, benzaldehyde, vanillin) yang bisa menjadi racun bagi saluran udara.

Beberapa bahan kimia beracun lainnya juga ditemukan dan nitrosamin spesifik tembakau (TSNAs), kelompok karsinogen penting dalam produk tembakau, berada di 70% pada produk yang diuji.

Baca Juga: Peneliti: Vape juga berisiko menyebabkan penyakit paru-paru

Efek menghirup campuran bahan kimia yang kompleks ini akan sangat sulit untuk ditentukan.

Laporan terakhir tentang kematian di AS terkait dengan penggemar vaping lebih lanjut memang mengkhawatirkan keselamatan.

CDC telah melaporkan peningkatan jumlah kasus (530 di 38 negara bagian) dari pneumonia "lipoid" (keberadaan lemak di paru-paru) yang misterius, yang sebagian besar terjadi pada pria muda yang melakukan vape dikaitkan dengan delapan kematian.

Tetapi perlu dicatat, beberapa orang yang menderita pneumonia lipoid mengakui bahwa mereka melakukan vape THC (bahan aktif dalam ganja).

Meskipun yang lain bersikeras, mereka hanya menggunakan produk nikotin dengan rokok elektrik mereka.

Satu zat yang disebut vitamin E asetat telah diidentifikasi juga dalam semua sampel yang diuji oleh pihak kesehatan Negara Bagian New York.

Tapi, tidak ada cukup bukti untuk menyatakan, apakah ini adalah penyebab penyakit. Dan sejauh ini, tidak ada kasus pneumonia lipoid telah dilaporkan di luar AS.

Baca Juga: Empat hal ini perlu diperhatikan sebelum beralih dari rokok tembakau ke vape

Bukti sampai saat ini menunjukkan, vaping bukan alternatif yang aman untuk merokok tembakau.

Ini ditambah dengan tren yang mengkhawatirkan anak-anak muda, yang sebelumnya bukan perokok tertarik pada vaping, menimbulkan kekhawatiran akan ada generasi lain yang menderita penyakit paru-paru kronis.

Sebuah studi baru-baru ini di The Lancet memperkirakan, pada 2040 mendatang, COPD akan menjadi satu-satunya penyakit dalam sepuluh penyebab utama kematian yang masih akan meningkat.

Penulis: Farren Anatje Sahertian

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Semakin Banyak Negara yang Melarang Vape, Apa Alasannya?"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet

[X]
×