Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tumpukan pekerjaan memang tak ada habisnya. Walau kita ingin segera menyelesaikannya, tapi jika rasa lelah sudah menghampiri sebaiknya beristirahatlah demi kesehatan jantung.
Istilah "burnout" atau kelelahan bekerja belakangan semakin mengemuka. Terutama setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Mei 2019 menyebutnya sebagai salah satu kondisi stres kronis.
Tidak hanya dianggap sebagai gangguan, sebuah studi bahkan menemukan burnout bisa mengarah pada kondisi jantung yang kritis dan mungkin mematikan. Para peneliti melakukan survei terhadap 11.000 individu untuk mendalami fenomena burnout ini.
Baca Juga: Minum air putih sebelum tidur meningkatkan risiko nokturia, apa itu?
Mereka kemudian meneliti perkembangan kondisi atrial fibrilasi atau gangguan irama jantung responden selama 25 tahun. Mereka yang memiliki rasio burnout tinggi juga memiliki risiko perkembangan atrial fibrilasi yang tinggi.
Menurut penemuan yang dipublikasikan melalui European Journal of Preventive Cardiology itu, atrial fibrilasi menyebabkan denyut jantung yang lebih cepat yang tidak menentu dan bisa menyebabkan stroke, penggumpalan darah dan komplikasi lainnya yang bisa berujung kematian.
Penulis studi, Parveen K. Garg dari University of Southern California di Los Angeles melalui siaran persnya menjelaskan, kelelahan vital atau sindrom burnout biasanya disebabkan oleh stres kronik atau berat di tempat kerja atau rumah.
"Burnout berbeda dari depresi, yang ditandai dengan suasana hati yang murung, rasa bersalah dan kepercayaan diri rendah," katanya.
Baca Juga: Minum teh hijau ternyata bisa menyehatkan jantung
Meskipun konsep dan ketidaknyamanan burnout sudah cukup diketahui, tetapi bahayanya makin tervalidasi setelah WHO menetapkan sindrom burnout sebagai diagnosa medis resmi.
Lebih lanjut, riset tersebut membawa lebih banyak bukti bahwa burnout lebih dari sekadar keadaan kurang bertenaga, namun sebuah ketimpangan fisik.
"Hasil studi kami lebih jauh menemukan bahaya yang bisa dialami para penderita kelelahan tersebut bisa saja tidak terkenali," kata Garg.
Studi tersebut menemukan bahwa mereka yang memiliki tingkat kelelahan vital tertinggi memiliki risiko perkembangan atrial fibrilasi 20% lebih tinggi.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan, atrial fibrilasi sebagai bentuk aritmia paling umum diperkirakan dialami oleh sekitar enam juta masyarakat Amerika. Angka tersebut diperkirakan akan meningkat seiring bertambahnya usia populasi.
Baca Juga: Apa yang terjadi kalau kita minum teh setiap hari?
Pada 2017 tercatat sebanyak 166.793 kasus kematian yang melibatkan kondisi tersebut, yang mungkin saja merupakan gejala permanen atau sementara.
Meskipun studi tersebut menemukan keterkaitan burnout dengan atrial fibrilasi, para peneliti gagal menemukan hubungan antara kondisi jantung dan kemarahan, penggunaan anti-depresan atau dukungan sosial yang rendah.
Garg menyimpulkan komentar terhadap studinya dengan sebuah rekomendasi agar orang-orang berinvestasi untuk kesehatan dirinya sebagai langkah pencegahan.
"Inilah saatnya memikirkan pentingnya menghindari kelelahan dengan menaruh perhatian yang cermat pada tingkat stres sebagai cara untuk membantu menjaga kesehatan kardiovaskular secara keseluruhan, "katanya. (Nabilla Tashandra)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bagaimana Kelelahan Kerja Sebabkan Gangguan Jantung",
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News