Sumber: Kompas.com | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Film Joker yang menceritakan kisah kelam tokoh Arthur Fleck menuai banyak pujian, sekaligus kritik, sehingga menimbulkan kontroversi. Film garapan sutradara Todd Phillips itu menceritakan sisi lain penjahat Joker yang merupakan musuh bebuyutan Batman.
Joker atau Arthur Fleck yang diperankan oleh Joaquin Phoenix ini digambarkan sebagai lelaki tertindas dan identik dengan tawanya yang meledak-ledak.
Baca Juga: Gara-gara unggah foto Joker, BPJS Kesehatan dapat somasi dari komunitas ODGJ
Tawa yang tak terkendali itu biasanya berhubungan dengan gejala cedera otak yang dalam kehidupan nyata disebut dengan pseudobulbar, meski dalam film tersebut sama sekali tidak disebutkan gangguan apa yang dialami oleh Joker.
Pengaruh Pseudobulbar (PBA) ditandai dengan tangis, tawa, atau penampilan emosional lain yang sering dan tidak disengaja, dilebih-lebihkan atau terputus dari keadaan emosi aktual individu tersebut.
Penyebab terseringnya adalah cedera otak atau gangguan neurologis yang berdampak pada bagaimana otak memproses emosi.
Menurut Mayo Clinic, orang yang menderita PBA akan merasakan dan mengalami emosi dengan cara yang sama seperti orang lain.
Tapi, mereka cenderung mengekspresikannya dengan cara berlebihan atau tidak tepat dan hal ini dapat berlangsung selama beberapa menit.
Baca Juga: Penelitian mengungkap alasan utama seseorang berselingkuh
Gejala umum BPA adalah tawa yang sering kali berubah menjadi air mata. Inilah yang membuat banyak orang sering kali menduga gejala BPA sebagai depresi, yang sebenarnya juga sangat umum terjadi pada penderita kondisi ini.
Pujian mengalir
Akting Phoenix sebagai tokoh yang berjuang melawan penyakit mental, dan frustrasinya karena ditolak mendapat perawatan yang dibutuhkannya, menuai banyak pujian dari para kritikus.
Walau film ini fiksi, tetapi para ahli menilai akting Phoenix berhasil menyampaikan fenomena yang banyak terjadi di negara maju, seperti Amerika Serikat, di mana banyak orang kesulitan untuk mengakses layanan kesehatan mental.
Namun, pada akhirnya karakter Joker juga dinilai bisa menginspirasi orang untuk melakukan kekerasan dengan dalih "penyakit mental".
Baca Juga: Baru sepekan, film Joker sudah raup Rp 3,26 triliun
Salah satu kritikus bernama Herb Scribner mengatakan, apa yang bisa membuat Joker menjadi film yang bagus untuk 2019 adalah membuat banyak orang lebih fokus pada kesehatan mental yang hanya dieksplorasi secara singkat.
"Meski film ini bisa menyebabkan kekerasan, namun ini media yang baik agar orang-orang memahami masalah kesehatan mental lebih baik," ungkap Scribner.
Sebagai sang pemeran Joker, Phoenix juga mengakui sulit untuk tidak memiliki simpati pada seseorang yang mengalami trauma masa kanak-kanak.
Menurutnya, karakter Joker adalah seseorang dengan stimulasi otak yang terlalu bersemangat mencari dan merasakan bahaya di mana-mana.
Baca Juga: Film Joker masuk rating R, ini dampak psikologis jika ditonton anak-anak
Inilah yang menyebabkan tokoh Joker melakukan tindakan yang tak masuk akan dan tidak bisa dibenarkan. "Ada titik di mana dia melewati garis, di mana aku tidak lagi bisa bertahan di sisinya," ucap Phoenix.
Aktor watak ini mengatakan, ia berhasil mendalami tokoh Joker dengan penilaian dan belas kasih lebih daripada saat pertama kali membaca naskah.
Sehat mental
Bagaimanapun juga, kesehatan mental bukan masalah yang bisa kita remehkan karena berpengaruh kepada semua aspek dalam kehidupan. Bahkan, kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik.
Kita semua memiliki saat-saat ketika kita merasa sedih atau tertekan atau ketakutan. Seiring berjalannya waktu, perasaan tersebut bisa saja berlalu. Tetapi kadang-kadang hal itu bisa berkembang menjadi masalah yang lebih serius dan bisa terjadi pada salah satu dari kita.
Baca Juga: Joker raup penghasilan US$39,9 juta di hari kedua penayangan
Setiap orang memiliki kekuatan mental yang berbeda. Kita mungkin bisa bangkit dari permasalahan yang terjadi.
Sementara itu, beberapa orang mungkin perlu waktu yang lama untuk bangkit. Kesehatan mental kita bisa berubah seiring kita melalui berbagai tahap kehidupan. (Ariska Puspita Anggraini)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hati-hati, Tawa Tak Terkontrol Seperti Joker Tanda Masalah Mental",
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News