Sumber: Kompas.com | Editor: Tendi Mahadi
Jumlah yang cukup kontras ditunjukkan antara daging olahan dan daging non-olahan. Konsumsi daging non-olahan justru menurun, dari 340 gram per minggu menjadi 284 gram.
Baca Juga: Menambah massa otot agar hidup lebih lama
Peneliti menilai, hasil tersebut disebabkan konsumsi daging ayam yang meningkat. Hasil ini bukanlah hasil yang baik. Sudah banyak bukti yang menyebut bahwa konsumsi daging olahan tidak hanya meningkatkan risiko kanker, tapi juga obesitas, diabetes, dan penyakit kardiovaskular.
Salah seorang penulis studi yang juga seorang associate professor di Tuffs University, Fang Fang Zhang, M.D., Ph.D., menambahkan, daging olahan bukan satu-satunya ancaman pola makan yang terkait dengan risiko kanker. Pola makan rendah serat seperti gandum utuh juga dikaitkan dengan risiko kanker.
Pilihan makan yang buruk seperti rendah sayur-sayuran dan buah-buahan serta konsumsi minuman tinggi gula semakin memperburuk risiko.
Zhang mengatakan, sekitar 5% dari semua kasus kanker invasif di kalangan orang dewasa Amerika dikaitkan dengan pola makan yang buruk. Angka tersebut sedikit lebih rendah daripada alkohol (6%) dan berat badan berlebih (sekitar 8%), tetapi lebih tinggi dari kanker yang dikaitkan dengan kebiasaan kurang gerak (3%).
Baca Juga: Segudang manfaat makanan pedas, menyehatkan jantung hingga mencegah kanker
Kasus kanker invasif baru juga terkait dengan pola makan yang buruk. Konsumsi daging olahan mengambil peran yang sangat besar di sana. "Studi ini dan beberapa studi lainnya, menggarisbawahi pentingnya memperbaiki kebiasaan konsumsi kelompok makanan dan nutrisi tertentu," kata Zhang.
Jadi, seberapa buruk daging olahan? Sangat buruk. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), daging olahan masuk klasifikasi "kelompok 1 karsinogen". Hal-hal lainnya selain daging olahan yang juga ada pada kelompok tersebut adalah tembakau dan asbes.