Reporter: SS. Kurniawan | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - Ketika infeksi Covid-19 terus meningkat di tahun baru, di tengah penyebaran cepat bak kilat varian Omicron, beberapa pasien melaporkan gejala baru yang aneh: keringat malam.
Umumnya terkait dengan kondisi lain, seperti flu, kecemasan, atau bahkan kanker, keringat malam lebih jarang dikaitkan dengan Covid-19 sebelum varian Omicron mulai menyebar dengan cepat ke seluruh dunia.
Keringat malam adalah episode berulang dari keringat ekstrem yang bisa "merendam" pakaian dan seprai Anda, menurut Mayo Clinic, seperti dikutip Fortune.
Keringat malam adalah salah satu dari beberapa gejala berbeda yang muncul untuk membedakan Omicron dari varian virus corona lainnya, bersama dengan sakit tenggorokan.
Fortune melaporkan, Dr John Torres, koresponden medis senior NBC News, mengatakan pada acara Today, keringat malam adalah "gejala yang sangat aneh".
Baca Juga: WHO: Semakin Banyak Bukti Varian Omicron Hanya Sebabkan Gejala Lebih Ringan
Itu sebabnya, Dr. Amir Khan dari Layanan Kesehatan Nasional Inggris (NHS) meminta masyarakat untuk waspada terhadap keringat malam sebagai tanda untuk menjalani tes Covid-19.
Dalam beberapa minggu terakhir, banyak orang melaporkan tentang keringat malam akibat Covid-19 di media sosial. Beberapa pengguna Twitter mengatakan, gejala baru hanya menambah kebingungan dan kecemasan tentang apakah seseorang terpapar Covid-19 atau tidak.
Sebelumnya, Dr Angelique Coetzee, dokter Afrika Selatan yang pertama kali memberi tahu pihak berwenang tentang Omicron, mengungkapkan, keringat malam adalah gejala umum varian itu, selain nyeri otot, kelelahan, dan tenggorokan gatal.
Gejala varian Omicron
Sementara mengutip The Daily Express, pasien Covid-19 yang terpapar varian Omicron melaporkan kabut otak sebagai salah satu gejala baru di aplikasi ZOE COVID Study, yang mencatat dan menganalisis gejala virus corona.
"Salah satu gejala Omicron yang lebih tidak biasa tetapi sangat umum adalah kabut otak," sebut The Daily Express.
Kabut otak menjadi gejala Covid-19 yang agak langka. Laporan gejala ini sebelumnya muncul pada Oktober 2020. Tapi, tidak sering dilaporkan sebagai salah satu gejala umum, seperti demam, batuk, dan nyeri tubuh.
Baca Juga: Waspada Omicron Menyebar di Masyarakat, Ada 15 Kasus Transmisi Lokal di Indonesia
Dr. Shruti Agnihotri, ahli saraf di University of Alabama Birmingham, Inggris, mengatakan kepada ABC 33/40, kabut otak sering dikaitkan dengan sakit kepala parah dan kehilangan ingatan.
“Seringkali pasien ini bahkan telah pulih dari gejala demam dan sesak napas awal dan mereka terus mengalami sakit kepala yang sangat parah dan cenderung sering mengeluh tentang kehilangan ingatan, sering disebut sebagai kabut otak,” katanya.
“Pasien sering kali menggambarkan kesulitan dengan perhatian, fokus, hanya tidak merasa benar, tidak setajam sebelumnya. Kami terkadang melihat gejala ini dalam banyak kondisi lain, selama pasca-gegar otak,” sebut Agnihotri.
Selain kabut otak, aplikasi ZOE COVID Study juga melaporkan kehilangan nafsu makan sebagai gejala baru varian Omicron.
Baca Juga: Omicron Sangat Menular, Ini Pedoman Baru Pemakaian Masker bagi Tenaga Medis dari WHO
Berikut gejala teratas varian Omicron yang dilaporkan aplikasi ZOE COVID Study:
- sakit kepala
- pilek
- kelelahan (baik ringan atau berat)
- bersin
- sakit tenggorokan
- kehilangan bau
- batuk terus-menerus
- kehilangan nafsu makan
- kabut otak
Pejabat tinggi WHO di Eropa Hans Kluge mengatakan, 89% dari mereka yang terinfeksi Omicron yang dikonfirmasi di Eropa melaporkan gejala yang sama dengan varian virus corona lainnya, termasuk batuk, sakit tenggorokan, demam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News