Reporter: Thomas Hadiwinata | Editor: Thomas Hadiwinata
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di masa pandemi, banyak orang yang mendadak ingin tahu tentang vaksin. Mulai proses pembuatan vaksin, hingga proses perizinan penggunaannya.
Keingintahuan yang tinggi itu wajar saja mengingat vaksinasi, saat ini diyakini sebagai jalan bagi umat manusia untuk mengakhiri pandemi. Di banyak negara, termasuk di Indonesia, program vaksinasi pun sudah bergulir sejak Januari lalu.
Setelah program vaksinasi berjalan hampir empat bulan di negeri ini, muncul pertanyaan tentang perizinan tentang perbedaan perizinan penggunaan vaksin. Maklumlah, saat ini ada dua istilah yang kerap dikutip sebagai izin penggunaan vaksin. Masing-masing adalah emergency use of listing (EUL) dengan emergency use of authorization alias EUA.
Baca Juga: UPDATE Corona Indonesia, Minggu (18/4): Tambah 4.585 kasus, tetap pakai masker
Mengutip Satgas Penangangan Covid-19, kedua bentuk izin itu pada dasarnya setali tiga uang. "Baik EUL maupun EUA adalah dua bentuk izin penggunaan terbatas untuk vaksin, obat-obatan dan alat diagnostik in Vitro, atas dasar beberapa pertimbangan yang intinya sama," Jurubicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito dalam keterangan pers yang disiarkan kanal BNPB Indonesia, Kamis (15/4).
Pertimbangan dalam pemberian kedua izin itu seperti izin itu diberikan dalam konteks mengatasi kondisi darurat kesehatan masyarakat akibat penyakit yang serius dan mematikan, seperti Covid-19. Alasan lain pemberian izin darurat adalah ketiadaan produk farmasi yang mampu menghilangkan dan mencegah wabah penyakit.
Pemberian kedua izin itu juga didasarkan atas pertimbangan bahwa tahapan produksi dijalankan berdasarkan atas kaidah ilmiah dengan standar-standar tertentu. Semisal good clincial practice, proof concept, good laboratory practice dan good manufacturing practices.
Kendati memiliki persamaan pertimbangan dalam penerbitannya, EUL dan EUA punya perbedaan. Izin yang pertama diterbitkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia alias WHO. Sedangkan EUA merupakan lisensi yang diberikan oleh badan pengawas obat dan makanan di masing-masing negara. Jadi, di Indonesia, penerbitan EUA merupakan kewenangan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan alias (Badan POM)
Karena penerbitnya berbeda, maka kedua izin tersebut juga memiliki perbedaan peruntukan. EUA merupakan izin yang diperlukan vaksin untuk bisa digunakan di suatu negara. Ambil contoh, vaksin yang beredar di Indonesia tentu harus mendapat EUA dari Badan POM.
Tiga vaksin Covid-19 yang saat ini digunakan di Indonesia, yaitu vaksin buatan Sinovac, Biofarma juga AstraZeneca sudah mendapatkan EUA dari Badan POM. Mengutip keterangan di situs Badan POM, vaksin Sinovac mengantongi EUA pada 11 Januari, sedang vaksin buatan Biofarma yang menggunakan bahan baku dari Sinovac pada 16 Februari. EUA terakhir yang diterbitkan Badan POM, pada 22 Februari, adalah untuk vaksin AstraZeneca.
Baca Juga: Sri Mulyani pastikan pemerintah tetap hadir bantu UMKM terdampak pandemi
Sedang EUL yang diterbitkan WHO merupakan prasyarat untuk vaksin yang ingin didistribusikan melalui platform Covax. EUL juga bisa menjadi pedoman bagi suatu negara dalam mempertimbangkan penerbitan EUA.
Mengutip keterangan di situs resmi WHO, EUL saat ini sudah diterbitkan untuk vaksin Covid-19 buatan Pfizer-BioNTech dan AstraZeneca. Menurut publikasi tersebut, WHO saat ini masih memproses EUL untuk vaksin buatan Sinopharm, Sinovac dan Moderna.
Satgas Covid-19 juga menjelaskan alasan munculnya kejadian ikutan paska imunisasi (KIPI). Kejadian itu tidak lepas dari kenyataan bahwa vaksin Covid-19 merupakan produk farmasi yang tergolong baru dan dikembangkan melalui waktu yang relatif singkat.
"Namun sekali lagi saya tekankan, kemunculan tersebut tidak signifikan jumlahnya dan terjadi hanya pada beberapa orang dengan kondisi kesehatan khusus. Vaksin diperuntukkan bagi masyarakat dalam keadaan sehat. Karenanya masyarakat tidak perlu kahwatir," ujar Wiku.
Tentu, selain siap untuk divaksin, masyarakat juga perlu tetap disiplin dalam melakukan protokol kesehatan. Baik vaksinasi maupun pelaksanaan protokol kesehatan perlu dilakukan untuk memutus mata rantai virus corona.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #jagajarakhindarikerumunan #cucitangan #cucitanganpakaisabun
Selanjutnya: Menkes Budi Gunadi: Perebutan vaksin corona di global makin sengit, ini sebabnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News