Reporter: kompas.com | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - Amerika Serikat (AS) baru-baru ini mengumumkan rencana untuk melarang rokok elektrik beraroma, kecuali untuk produk aroma tembakau.
Alasannya, kenaikan jumlah siswa menengah pertama dan menengah atas yang menggunakan produk-produk ini.
Beberapa hari kemudian, Pemerintah India menyetujui untuk melarang produksi, impor, maupun penjualan rokok elektrik.
Hingga saat ini, lebih dari 20 negara, kebanyakan di Amerika Selatan, Timur Tengah, dan Asia Tenggara, melarang penjualan produk-produk rokok elektrik.
Baca Juga: Rokok elektrik dilarang di AS, Philip Morris batal akuisisi pemilik Juul
Beberapa negara juga telah melarang kepemilikan produk-produk ini. Thailand memiliki undang-undang yang paling ketat.
Sementara negara-negara, seperti Australia, Kanada, dan Norwegia telah melakukan banyak pembatasan.
Penelitian menunjukkan, rokok elektrik bisa membantu perokok untuk berhenti merokok secara teratur demi kesehatan jangka panjangnya.
Tapi, orang-orang muda yang tidak pernah merokok kretek menggunakan rokok elektrik yang tersedia dalam 1.500 rasa, termasuk permen karet dan benang karet.
Baca Juga: Rokok tembakau versus vape, mana yang lebih berbahaya?
Dalam sebuah survei terhadap anak berusia 12-17 tahun, 81% perokok elektrik memilih untuk menggunakan rokok elektrik karena tersedia dalam banyak rasa yang mereka sukai.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS, lebih dari 3,6 juta anak di negeri uak Sam menggunakan rokok elektrik, dengan lonjakan 78% (dari 11,7% menjadi 20,8%) dari 2017 hingga 2018.