Sumber: Channel News Asia | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - JENEWA. Setelah sembuh dari Covid-19, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, beberapa penyintas masih terus mengalami gejala virus corona. Yang jadi masalah: penderita Long Covid belum banyak mendapat perhatian.
Padahal, studi menunjukkan, 1 dari 10 kasus Covid-19 berpotensi memiliki gejala virus corona yang berkepanjangan, satu bulan setelah infeksi. Yang berarti, jutaan orang mungkin menderita Long Covid alias mengalami gejala virus corona yang berkelanjutan.
Sedikit yang diketahui tentang mengapa beberapa orang, setelah melalui fase akut Covid-19, menderita gejala virus corona yang berkelanjutan, termasuk kelelahan, kabut otak, serta gangguan jantung dan neurologis.
Karena itu, Gail Carson, Director of Network Development International Severe Acute Respiratory and Emerging Infection Consortium (ISARIC) yang berbasis di Inggris, memperingatkan, "Long Covid bisa menjadi pandemi dalam pandemi".
Baca Juga: 6 Tempat berisiko tinggi penularan virus corona mengacu WHO
Tapi, dia bilang, penderitaan para pasien Long Covid tidak mendapat perhatian. Bahkan, bagi banyak orang yang tidak pernah harus menjalani perawatan di rumahsakit saat terjangkit virus corona, kondisi Long Covid "telah mengubah hidup" mereka.
"Orang-orang kehilangan pekerjaan, mereka kehilangan hubungan dengan sesama. Ada urgensi nyata untuk mencoba dan memahami ini (Long Covid)," ungkapnya, Selasa (9/2), seperti dikutip Channel News Asia.
Carson menyatakan, Long Covid pada anak-anak "bahkan kurang dikenali atau dihitung" dibanding pada orang dewasa. Dan, dia mengungkapkan, ada fakta "mengejutkan", hanya 45 dari sedikitnya 5.000 proyek Covid-19 yang mendapat pendanaan yang meneliti Long Covid.
Mendorong penelitian Long Covid
Karena itu, WHO pun mendorong penelitian, pengakuan, dan rehabilitasi yang lebih besar untuk para penderita Long Covid.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, dengan mengalihkan perhatian pada pandemi virus corona ke kampanye vaksinasi, "Long Covid tidak boleh jatuh melalui celah".
Baca Juga: Gelar penyelidikan di Wuhan, tim WHO gagal identifikasi asal-usul virus corona
Menurut dia, dampak Long Covid pada masyarakat dan ekonomi mulai menjadi jelas. Dan untuk alasan itu, "orang mulai mendengarkan" di luar komunitas medis.
"Meski tingkat penelitian terus meningkat, itu masih belum cukup," katanya, Selasa (9/2), seperti dilansir Channel News Asia.
Maria Van Kerkhove, Technical Lead WHO untuk Covid-19, bilang, organisasinya terus mempelajari Long Covid. "Kami tahu bahwa lebih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan," katanya.
Hasil penelitian sejumlah peneliti China menunjukkan, enam bulan setelah terjangkit virus corona, penyintas Covid-19 masih mengalami gejala kelelahan atau kelemahan otot, kesulitan tidur, dan kecemasan atau depresi.
Baca Juga: WHO: Penurunan kasus sembunyikan peningkatan jumlah wabah varian yang lebih menular
Melansir jurnal The Lancet, mereka melakukan studi terhadap 2.469 pasien Covid-19 yang sudah sembuh dan pulang dari Rumahsakit Jin Yin-tan, Wuhan, China, antara 7 Januari dan 29 Mei 2020.
Tapi, saat melakukan studi lanjut dari 16 Juni hingga 3 September 2020, hanya 1.733 penyintas Covid-19 yang ikut serta. Yang lain tidak ikut dengan berbagai alasan.
Hasilnya, 63% pasien masih mengalami kelelahan atau kelemahan otot, 26% kesulitan tidur, dan 23% kecemasan atau depresi. Ketiga gelaja virus corona ini menjadi gejala yang paling umum penyintas Covid-19 alami.
Sementara pasien Covid-19 dengan penyakit yang lebih parah selama menjalani perawatan di rumahsakit mengalami peningkatan kapasitas difusi paru dan manifestasi pencitraan dada yang abnormal.
"Dan, ini adalah pasien yang merupakan populasi target utama untuk intervensi pemulihan jangka panjang," kata para peneliti.
Selanjutnya: WHO mencatat 25 gejala virus corona baru, apa saja?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News