Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Sindemi bukanlah istilah baru dan telah muncul sekitar tahun 1990-an yang diciptakan oleh antropolog medis asal Amerika Serikat, Merill Singer.
Istilah ini dicetuskannya untuk menyebut kondisi ketika dua penyakit atau lebih berinteraksi sedemikian rupa, sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih besar ketimbang dampak dari masing-masing penyakit tersebut.
Baca Juga: Inggris jadi negara ke-5 dunia dengan angka kematian Covid-19 tembus 50.000
"Dampak dari interaksi ini juga difasilitasi oleh kondisi sosial dan lingkungan yang entah bagaimana dapat menyatukan kedua penyakit atau membuat populasi menjadi lebih rentan terhadap dampaknya," jelas Singer.
Istilah sindemi muncul saat ilmuwan tersebut bersama koleganya meneliti penggunaan narkoba di komunitas berpenghasilan rendah di Amerika Serikat pada lebih dari dua dekade lalu. Singer dan timnya menemukan bahwa banyak dari masyarakat itu yang menggunakan narkoba menderita sejumlah penyakit seperti TBC dan penyakit menular seksual.
Baca Juga: Bisa cegah virus corona, berikut 10 Indikator perilaku hidup bersih dan sehat
Selanjutnya para peneliti mempertanyakan bagaimana penyakit-penyakit ini dapat berada di dalam tubuh seseorang. Kesimpulannya, dalam beberapa kasus, kombinasi penyakit memperkuat dampak dan kerusakan yang dialami orang itu.
"Kami melihat bagaimana Covid-19 berinteraksi dengan berbagai kondisi yang sudah ada sebelumnya, diabetes, kanker, masalah jantung dan banyak faktor lain," kata Singer.
Strategi epidemiologi hadapi Covid-19 Bahkan tak hanya itu, mereka juga melihat adanya tingkat yang tidak proporsional dari dampak yang merugikan di komunitas masyarakat miskin, berpenghasilan rendah dan etnis minoritas.