Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Pemakaian face shield dan masker berkatup saat berada di luar rumah kini tengah menjadi tren di masyarakat. Banyak tokoh publik hingga masyarakat biasa yang melakukannya. Alasannya, kedua alat ini dianggap lebih nyaman untuk bernapas, tidak sesak seperti saat pakai masker kain atau masker medis.
Namun, studi baru menunjukkan pemakaian face shield dan masker berkatup saja tak cukup mencegah Covid-19. Orang yang memakai face shield dan masker berkatup tetap dapat menyemprotkan droplets atau tetesan pernapasan ke area sangat luas saat bersin, batuk, atau berbicara.
Baca Juga: Tips aman berhubungan intim saat pandemi ala dokter Kanada: Pakai masker!
Model simulasi menunjukkan, kedua alat ini tidak efektif dalam mencegah penyebaran virus corona SARS-CoV-2 saat digunakan sendiri. Dalam laporan yang terbit di jurnal Physics of Fluids, Selasa (1/9/2020), peneliti asal Florida Atlantic University melacak bagaimana droplet buatan menyebar melalui lubang hidung manekin yang telah mengenakan face shield plastik dan master berkatup.
Tim melacak penyebaran droplets itu menggunakan lembaran laser vertikal dan horisontal. Face shield awalnya menghalangi jalannya penyebaran droplets saat mereka bergerak maju.
Baca Juga: 3 Masker wajah pria dari bahan alami, bisa Anda buat sendiri
"Tapi droplets yang keluar dari lubang hidung manekin dapat bergerak ke sekitar face shield relatif mudah dan menyebar ke area yang luas," kata para peneliti dalam laporannya seperti dilansir AFP, Selasa (1/9/2020).
Sementara itu, desain masker berkatup mungkin memudahkan orang bernapas dan membuat tidak sesak.
Namun simulasi ini menemukan, ada banyak droplets yang dapat melewati lubang di katup masker dengan mudah. "Artinya masker berkatup tidak efektif dalam menghentikan penyebaran virus corona, jika yang memakai masker itu orang yang terinfeksi," imbuh peneliti.
Karena studi ini adalah simulasi, riset ini tidak memberikan data tentang kondisi pasti yang akan menyebabkan penyebaran infeksi. Misalnya, dengan SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan COVID-19, tidak jelas berapa lama virus tetap menular di udara, dan seberapa jauh partikel infeksi dapat menyebar, atau berapa banyak virus yang dibutuhkan untuk membuat seseorang sakit.