Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Informasi yang tidak tepat terkait produk tembakau alternatif masih banyak beredar di Indonesia. Tak jarang, misinformasi tersebut disebar tanpa adanya bukti sains yang kuat dan terbukti.
Menyadari hal tersebut, Prof. Dr. Amaliya, MSc. peneliti dan dosen pengajar dari Fakultas, Kedokteran Gigi, Universitas Padjadjaran, tergerak untuk mengumpulkan bukti dan melakukan penelitian mengenai produk tembakau alternatif dengan mengedepankan pendekatan pengurangan bahaya. Kini, sudah sewindu dia menekuni bidang kepakaran pengurangan bahaya tembakau atau tobacco harm reduction ini.
“Semua bermula pada tahun 2016 lalu. Saya ikut serta dalam proyek penelitian Academic Leadership Program yang dipimpin oleh Prof. Dr. drg. Achmad Syawqie, MKes, tentang tobacco harm reduction, yang didanai oleh Universitas Padjadjaran,” katanya dalam wawancara beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Aspirin Obat Penghilang Rasa Sakit, Cek Asal-Usul, Manfaat, Dosis, dan Efek Samping
Selain itu, Prof. Dr. Amaliya turut menjadi panelis dalam diskusi ilmiah dengan memaparkan hasil kajian klinis bertajuk “Nikotin dan Respon Gusi Pada Pengguna Vape vs. Perokok Saat Mengalami Peradangan Gusi Buatan (Gingivitas Eksperimental)”.
Prof. Dr. Amaliya menjelaskan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari penggunaan produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik, bagi pertahanan gusi terhadap bakteri plak gigi pada para pengguna produk tembakau alternatif yang telah beralih dari rokok dibandingkan dengan perokok dan bukan perokok.
“Penelitian ini bertujuan untuk mengamati respons gusi yang dinilai dari derajat peradangan gusi, yang merupakan tanda awal dari pertahanan gusi terhadap bakteri plak gigi selama percobaan gingivitis (peradangan gusi) pada pengguna produk tembakau alternatif dibandingkan perokok dan bukan perokok,” kata Amaliya.
Penelitian ini melibatkan 15 peserta berusia 18-45 tahun yang dibagi ke dalam tiga kelompok. Kelompok pertama adalah perokok dengan masa konsumsi rokok minimal satu tahun. Kelompok ke dua adalah pengguna produk tembakau alternatif, yang telah beralih dari rokok dengan masa penggunaan minimal satu tahun. Kelompok ke tiga adalah bukan perokok. Selama masa peradangan gusi buatan, peserta diinstruksikan untuk tidak menyikat gigi selama 21 hari. Tujuannya untuk melihat sejauh mana gusi merespons bakteri.
“Ada temuan menarik dari penelitian kami, yakni pengguna produk tembakau alternatif yang telah beralih dari rokok menunjukkan respons yang baik terhadap akumulasi plak atau infeksi bakteri dengan tingkat peradangan gusi seperti yang dialami non-perokok,” kata Prof. Dr. Amaliya.
Dari penelitian tersebut juga mengungkapkan fakta baru. Prof. Dr. Amaliya mengatakan nikotin selama ini sering dianggap sebagai penyebab utama gangguan pertahanan gusi yang ditandai dengan penyempitan pembuluh darah. Namun, hasil penelitian ini, membuktikan bahwa pengguna rokok elektrik dengan cairan e-liquid, yang mengandung nikotin, tetap memperlihatkan respon pertahanan gusi terhadap bakteri plak.
Baca Juga: Penyebab Asam Urat, Sederet Gejala dan Cara Mencegah Penyakit Ini