kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Banyak yang ragu terhadap vaksin Covid-19, mengapa bisa terjadi?


Selasa, 22 Desember 2020 / 13:19 WIB
Banyak yang ragu terhadap vaksin Covid-19, mengapa bisa terjadi?
ILUSTRASI. Saat ini, masih ada kelompok antivaksin atau masyarakat yang ragu untuk disuntik vaksin. ANTARA FOTO/Moch Asim/rwa.


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

Dari berbagai penelitian di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Inggris, China dan juga di Indonesia, ditemukan bahwa sebagian besar masyarakatnya (rata-rata berkisar antara lebih dari 50-60 persenan) bersedia di vaksin.

"Namun (mau divaksin) dengan catatan, sudah ada rekomendasi dari health care providers, keamanan vaksin terjamin, tidak membahayakan kesehatan, efek samping baik jangka pendek apalagi jangka panjang sudah terbukti tidak ada atau sangat minimal, efektivitas vaksin telah teruji berdasarkan bukti klinis, kecenderungan politik mendukung, kehalalan vaksin terjamin, akses untuk memperoleh vaksin dengan biaya terjangkau tersedia," ujar Endang. 

Baca Juga: Simak penjelasan WHO tentang mutasi virus corona yang diperkirakan lebih mematikan

Psikolog yang juga menjadi associate researcher Laboratorium Psikologi Politik Fakultas Psikologi UI berkata, hal ini tak lepas dari peran media sosial dalam menyebarkan informasi tentang vaksin Covid-19. 

"Tidak dapat dipungkiri bahwa ada kelompok anti-vaksin yang terus menyebarkan berita, yang beberapa di antaranya adalah informasi hoaks yang tidak bisa dipercaya kebenarannya," ujarnya. 

Baca Juga: Donald Trump belum divaksin Covid-19 karena alasan ini

Sejumlah opini dibentuk, antara lain tentang bahaya vaksin baru ini, terutama menyangkut efek samping jangka panjang yang belum berbasis bukti hingga terkesan terburu-buru. Pasalnya memang untuk bisa merilis sebuah vaksin biasanya butuh peneliitan serta uji coba selama bertahun-tahun dan bahkan membutuhkan waktu hingga lebih dari satu dekade. 

Pendapat lain adalah keraguan yang muncul akibat informasi tentang tingkat efektivitas yang hanya berkisar antara 50-60 persen, sementara uji coba ataupun uji klinis, masih terus berlangsung. 

"Adanya konspirasi politik dengan tujuan tertentu, hanya untuk kepentingan bisnis, adanya pelanggaran hak kebebasan publik apabila terjadi 'pemaksaan' untuk wajib divaksin, dan lain sebagainya, merupakan hal-hal yang dapat mempengaruhi tingkat keyakinan masyarakat untuk mau divaksin," ujar Endang. 




TERBARU

[X]
×