Sumber: Channelnewsasia.com | Editor: S.S. Kurniawan
Para ilmuwan mengambil sampel udara dari lima kamar pasien yang terbaring di tempat tidur, dengan ketinggian sekitar 30 cm di atas kaki tempat tidur mereka.
Saat para pasien berbicara, yang menghasilkan mikrodroplet yang melayang di udara selama beberapa jam atau populer dengan sebutan aerosol, dan beberapa kali batuk, tim berhasil mengumpulkan mikrodroplet berdiameter satu mikron.
Mereka kemudian menempatkan sampel-sampel ini ke dalam kultur untuk membuatnya tumbuh, dan menemukan tiga dari 18 sampel yang diuji dapat ditiru.
Bagi Santarpia, ini merupakan bukti mikrodroplet, yang juga bisa melayang lebih jauh dari tetesan, mampu menginfeksi manusia. "Ini direplikasi dalam kultur sel dan karenanya menular," ungkapnya.
Baca Juga: Catat! WHO rilis pedoman baru yang akui laporan penularan virus corona lewat udara
Potensi penularan mikrodroplet virus corona pada satu tahap dianggap mustahil oleh otoritas kesehatan di seluruh dunia. Belakangan, para ilmuwan mulai mengubah pikiran mereka dan mengakui kemungkinan itu, yang merupakan alasan untuk penggunaan masker.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah di antara yang terakhir mengubah posisinya dan melakukannya pada 7 Juli lalu.
"Saya pikir sebagian besar ilmuwan yang bekerja pada penyakit menular setuju, bahwa ada kemungkinan komponen airborne (menular), meskipun kita mungkin berdebat tentang seberapa besar," kata Santarpia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News