kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Vitamin D disebut penting saat melawan Covid-19, ini penjelasannya


Jumat, 09 Juli 2021 / 11:15 WIB
Vitamin D disebut penting saat melawan Covid-19, ini penjelasannya


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memiliki kadar vitamin D yang tinggi dalam darah sangat penting dalam melawan virus Covid-19. Untuk mendapatkan kadar vitamin D yang optimal maka harus mengkonsumsi suplemen D3 karena sinar matahari ultra violet B (UV B) maupun makanan tidak bisa menghasilkan kadar yang tinggi. 

Hal itu disampaikan oleh Henry Suhendra, dokter spealis ortopedi sekaligus merupakan peneliti vitamin D di Indonesia. Dia telah melakukan penelitian mengenai Vitamin D sejak tahun 1992 dan menemukan bahwa kadar vitamin pada masyarakat Indonesia masih rendah. Hingga tahun 2020, kadar tersebut tidak mengalami perubahan karena WHO mencatat rata-rata penduduk Indonesia hanya memiliki kadar vitamin D 17,2%. 

Henry menjelaskan, keberadaan vitamin D dalam darah sangat penting bukan hanya melawan Covid-19 tetapi juga beragam macam penyakit. Berdasarkan penelitian di AS, vitamin D yang tinggi bisa melindungi dari dua penyakit paling mematikan jantung dan kanker. Dengan kadar vitamin D yang rendah maka kemungkinan terkena 17 jenis kanker sangat besar dibanding jika memiliki kadar yang optimal. 

Baca Juga: UPDATE Corona Indonesia, Kamis (8/7): Rekor lagi, tambah 38.391 kasus, ingat 5 M

"Sehingga dimana Covid-19 ini, peranan vitamin D sangat penting. Michael Holick pioner ilmu vitamin D dari Boston dalam risetnya pada November 2020 menyebutkan kadar vitamin D yang optimal dalam darah bisa melindungi dari Covid-19 bahkan sampai 70%. Jadi efektivitasnya sama dengan vaksin apapun," kata Henry dalam webinar, Rabu (6/7).

Namun, saat ini vitamin D ini banyak menimbulkan polemik di Indonesia karena banyak tenaga kesehatan di Indonesia tidak mengetahui tentang vitamin D. Hal itu menurut Henry terjadi karena tidak adanya mata kuliah terkait vitamin ini diajarkan di universitas. 

Henry menjelaskan, sumber vitamin D ada tiga yakni sinar matahari UV B, makanan seperti salmon,  dan suplemen vitamin D3. Polemik yang paling sering terjadi terkait waktu berjemur untuk mendapatkan UVB. 

Sinar matahari menghasilkan tiga jenis ultraviolet yakni A, B dan C. Sinar yang sampai ke bumi biasanya hanya UV A dan UV B. Sementara yang sinar yang membantu kulit menghasilkan Vitamin D hanya UVB. Sedangkan UV A banyak terjadi pada pagi dan sore hari yang bisa menimbulkan aging bahkan kanker. 

"Michael Holick sudah pernah datang ke Jakarta tahun 2011 untuk penelitian dan menyimpulkan vitamin D banyak terbentuk pada jam 11- jam 1 siang. Kalau saya batasannya waktu berjemur mendapatkan UVB saya sarankan jam 10 sampai jam 2 siang, ada kelonggaran," kata Henry.

Baca Juga: Beberapa gejala Virus Corona ini perlu Anda waspadai

Henry bilang, cara melihat tingkat UVB adalah dari bayangan. Jika tidak ada bayangan dan tentu itu terjadi pada jam 12.00 siang maka itulah puncak sinar UV B.  Sinar matahari hanya mampu menghasilkan kadar vitamin D hingga 40% dengan catatan 80% dari tubuh harus terkena sinar matahari.  Syarat lama berjemur hanya sampai kulit merah karena setelah itu kulit sudah tidak bisa lagi menghasilkan vitamin D. 

Usia yang masih ideal bisa mendapatkan vitamin D dari matahari maksimal 40 tahun. Usia di atas itu sudah mengalami penurunan hormon sehingga kemampuan kulitnya menghasilkan vitamin D dari UV B ikut turun.  Sementara sumber makanan hanya bisa menghasilkan vitamin D 15%-20% dalam darah. Sumber makanan penghasilnya juga terbatas, salah satu ikan laut dalam seperti salmon. 




TERBARU

[X]
×