Reporter: Adi Wikanto | Editor: Adi Wikanto
KONTAN.CO.ID - Jakarta. Vaksinasi Covid-19 di Indonesia resmi berjalan sejak Rabu (13/14) yang diawali dengan penyuntikkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Selanjutnya, vaksin Covid-19 akan berlangsung secara bertahap hingga ke sekitar 180 juta warga negara Indonesia.
Setiap penerima vaksin Covid-19 menerima suntikan 2x. Penerima vaksin Covid-19 harus mematuhi jadwal yang sudah ditetapkan.
Seperti yang terjadi pada Presiden Jokowi, setelah mendapatkan suntikan vaksin Covid-19 yang pertama pada Rabu (13/1), akan menjalani vaksinasi kedua setelah 2 minggu. Tepatnya, Presiden Jokowi akan mendapat suntikan vaksin Covid-19 yang kedua pada 27 Januari 2021.
Jadwal vaksinasi Covid-19 harus dipatuhi. Pasalnya, hal itu berkaitan dengan pembentukan antibodi dan mutasi virus corona.
Pemberian vaksin Covid-19 dosis kedua yang lebih lambat dikhawatirkan bisa memicu lebih banyak mutasi virus. "Terdapat kemungkinan, perubahan skema pemberian dosis kedua vaksin virus corona semacam itu akan mempertinggi laju mutasi virus," demikian peringatan Florian Krammer, peneliti vaksin dari Icahn School of Medicine di New York dalam sebuah konferensi pers Science Media Center (SMC), dikutip Kompas.com dari DW Indonesia.
Baca juga: Vaksinasi dimulai, pahami 5 hal tentang vaksin corona dari Sinovac
Vaksinasi Covid-19 harus dilakukan sebanyak dua kali. Pasalnya, pada penyuntikan vaksin Covid-19 yang pertama, jumlah antibodi yang menetralkan virus masih rendah.
Jika tidak dilakukan penyuntikan vaksin Covid-19 yang kedua, bisa memicu infeksi tanpa gejala atau asimptomatik. Walhasil, ada kemungkinan munculnya varian Covid-19 yang mengalami mutasi yang lebih resisten terhadap antibodi yang baru terbentuk.
"Sebesar apa risikonya, sangat sulit diprediksi, tapi kemungkinannya relatif tinggi. Terutama jika pada kasus tingginya infeksi pada masyarakat, seperti yang terjadi di Inggris saat ini," kata pakar vaksin Kramer lebih lanjut.
"Varian virus baru ini akan jadi masalah global. Juga akan jadi masalah pada banyak kandidat vaksin yang saat ini sedang diteliti," demikian peringatan Krammer.