kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45913,59   -9,90   -1.07%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tawa tak terkendali seperti Joker, tanda adanya masalah mental


Jumat, 11 Oktober 2019 / 11:55 WIB
Tawa tak terkendali seperti Joker, tanda adanya masalah mental


Sumber: Kompas.com | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Film Joker yang menceritakan kisah kelam tokoh Arthur Fleck menuai banyak pujian, sekaligus kritik, sehingga menimbulkan kontroversi. Film garapan sutradara Todd Phillips itu menceritakan sisi lain penjahat Joker yang merupakan musuh bebuyutan Batman.

Joker atau Arthur Fleck yang diperankan oleh Joaquin Phoenix ini digambarkan sebagai lelaki tertindas dan identik dengan tawanya yang meledak-ledak.

Baca Juga: Gara-gara unggah foto Joker, BPJS Kesehatan dapat somasi dari komunitas ODGJ

Tawa yang tak terkendali itu biasanya berhubungan dengan gejala cedera otak yang dalam kehidupan nyata disebut dengan pseudobulbar, meski dalam film tersebut sama sekali tidak disebutkan gangguan apa yang dialami oleh Joker.

Pengaruh Pseudobulbar (PBA) ditandai dengan tangis, tawa, atau penampilan emosional lain yang sering dan tidak disengaja, dilebih-lebihkan atau terputus dari keadaan emosi aktual individu tersebut.

Penyebab terseringnya adalah cedera otak atau gangguan neurologis yang berdampak pada bagaimana otak memproses emosi.

Menurut Mayo Clinic, orang yang menderita PBA akan merasakan dan mengalami emosi dengan cara yang sama seperti orang lain.

Tapi, mereka cenderung mengekspresikannya dengan cara berlebihan atau tidak tepat dan hal ini dapat berlangsung selama beberapa menit.

Baca Juga: Penelitian mengungkap alasan utama seseorang berselingkuh

Gejala umum BPA adalah tawa yang sering kali berubah menjadi air mata. Inilah yang membuat banyak orang sering kali menduga gejala BPA sebagai depresi, yang sebenarnya juga sangat umum terjadi pada penderita kondisi ini.

Pujian mengalir

Akting Phoenix sebagai tokoh yang berjuang melawan penyakit mental, dan frustrasinya karena ditolak mendapat perawatan yang dibutuhkannya, menuai banyak pujian dari para kritikus.

Walau film ini fiksi, tetapi para ahli menilai akting Phoenix berhasil menyampaikan fenomena yang banyak terjadi di negara maju, seperti Amerika Serikat, di mana banyak orang kesulitan untuk mengakses layanan kesehatan mental.

Namun, pada akhirnya karakter Joker juga dinilai bisa menginspirasi orang untuk melakukan kekerasan dengan dalih "penyakit mental".

Baca Juga: Baru sepekan, film Joker sudah raup Rp 3,26 triliun

Salah satu kritikus bernama Herb Scribner mengatakan, apa yang bisa membuat Joker menjadi film yang bagus untuk 2019 adalah membuat banyak orang lebih fokus pada kesehatan mental yang hanya dieksplorasi secara singkat.




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×