Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kolaboriasi antara pelaku industri kesehatan, akademisi, pemerintahan, dan komunitas menjadi hal yang tak bisa ditawar untuk memperbaiki pelayanan kesehatan di Indonesia di masa yang akan datang.
Terjadinya pandemi Covid-19 yang berlangsung nyaris dua tahun ini, telah memberikan banyak pelajaran berharga bagi Indonesia, terutama terkait dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan, baik di hulu maupun di hilir sektor industri kesehatan.
Persoalan ini dibahas dalam CEO Live Series #1 supported by Eka Hospital yang merupakan bagian dalam rangkaian Kompas100 CEO Forum powered by East Ventures, yang diselenggarakan Harian Kompas, pada Rabu, 10 November 2021, di Jakarta. Forum yang berlangsung secara hibrida ini menghadirkan tema “Health Care Industry Post Pandemic”.
CEO Kalbe Farma Vidjongtius mengatakan, kehadiran pandemi telah mengharuskan kita untuk melakukan percepatan di hulu industri kesehatan.
“Berbicara soal hulu industri kesehatan berarti berbicara soal ketersediaan bahan baku, penelitian-penelitian, research and development. Untuk percepatan, diperlukan kolaborasi semua pihak," jelasnya dalam acara CEO Live Series #1 supported by Eka Hospital di Jakarta, Rabu (10/11).
Baca Juga: Ini Kategori Anak Usia 6 tahun - 11 tahun yang Tidak Boleh Vaksinasi Covid-19
Vidjongtius menegaskan, pihaknya tidak bisa melakukan hal-hal tersebut sendirian sehingga dibutuhkan kolaborasi antara akademisi, peneliti, baik dari dalam maupun luar negeri, dan pemerintah, untuk mempercepat ketersediaan bahan baku industri farmasi.
Hal senada juga disampaikan CEO Bio Farma, Honesti Basyir. Dia menilai pandemi kali ini merupakan momentum perubahan bagi seluruh stakeholders industri kesehatan untuk melakukan perubahan yang lebih kolaboratif.
“Semua pengalaman ini harus menjadi aset untuk pelajaran bagi generasi nanti. Tidak mungkin kita tidak berkolaborasi. Riset tidak harus kita sendiri yang melakukan semuanya. Kita bisa bekerja sama dengan lembaga-lembaga riset di perguruan tinggi dan lembaga riset lainnya," ujar Honesti.
Melihat mutasi virus yang bergerak dengan cepat, maka industri kesehatan mesti lekas bertransformasi. Tidak ada satu pun pihak yang bisa mengatasi situasi darurat ini tanpa kolaborasi.
Sementara itu, COO Eka Hospital Group Rina Setiawati mengatakan, pandemi telah memberikan pelajaran berharga bagi industri pelayanan kesehatan. Kehadiran pandemi sebagai sesuatu yang baru juga membuat industri pelayanan kesehatan di sektor hilir seperti rumah sakit terus tanggap dan adaptif terhadap berbagai perkembangan yang muncul sebagai dampak pandemi.
Berangkat dari pengalaman tersebut, Eka Hospital Group sebagaimana dituturkan Rina tergerak untuk terus berkomitmen menciptakan akses pelayanan kesehatan seluas-luasnya kepada masyarakat dan berupaya untuk merebut kembali kepercayaan masyarakat untuk kembali berobat di Indonesia.
Kehadiran pandemi ini, menurut Rina, seharusnya dapat membuat industri kesehatan memperkuat kualitas layanan di rumah sakit kita sehingga kepercayaan itu dapat kembali. Rina mengatakan Eka Hospital Group aktif menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak, terutama kepada akademisi dan pemerintahan.
“Kita perlu membangun ekosistem health care. Sudah tidak zamannya kita bekerja sendiri-sendiri. Kita semua partner. Di ekosistem tersebut, ada health care provider, ada rumah sakitnya, ada farmasinya, ada live sciences-nya karena kita harus maju juga di bidang Live sciences-nya, kemudian ada lagi satu unsur yakni payer. Payer ini bisa pemerintah, asuransi, atau lembaga-lembaga lain. Player ini punya peranan penting untuk mengubah kebiasaan masyarakat,” papar Rina.
Chief Commercial Officer SehatQ Andrew Sulistya. Andrew mengatakan, layanan telemedikasi yang dijalankan oleh SehatQ berjalan dengan baik berkat kolaborasi di antara ekosistem kesehatan.
Hal tersebut terbukti saat sejumlah platform rintisan digandeng oleh Kementerian Kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi para pengidap Covid-19 yang melakukan isolasi mandiri sepanjang puncak gelombang kedua pada Juni–Agustus 2021 lalu.
Plt Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Arianti Anaya mengatakan, kolaborasi ini memang menjadi visi dari pemerintah terkait kefarmasian dan alat kesehatan.
Untuk mendorong hal ini, pemerintah telah menyiapkan sejumlah regulasi di antaranya adalah ambang batas Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang saat ini tengah disusun bersama dengan Kementerian Perindustrian, baik untuk farmasi maupun alat kesehatan.
Kemenkes sendiri, menurut Arianti, telah menggulirkan enam pilar transformasi di bidang kesehatan, yakni transformasi pada layanan primer, transformasi layanan rujukan, transformasi sistem ketahanan layanan kesehatan, transformasi sistem pembiayaan kesehatan, transformasi sistem sumber daya manusia (SDM) kesehatan, dan transformasi di bidang teknologi kesehatan. Keenam pilar transformasi ini diharapkan selesai pada 2024 mendatang.
Untuk mewujudkan hal itu, Arianti bilang, harus melibatkan semua stakeholders. "Tinggal bagaimana kita membuat kolaborasi ekosistem yang baik di antara akademisi, pelaku industri, pemerintah, dan masyarakat, untuk mencapai tujuan transformasi itu bersama-sama," ujarnya.
Dalam hal ini industri tidak hanya BUMN, tetapi juga swasta. Demikian juga untuk layanan kesehatan, tidak hanya melibatkan rumah sakit pemerintah, tetapi juga penyedia jasa layanan kesehatan swasta karena tidak mungkin pelayanan kesehatan ini hanya mengandalkan layanan pemerintah.
Selanjutnya: WHO sebut, varian Delta sekarang kuasai kasus COVID-19 global
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News