kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45897,08   -0,94   -0.10%
  • EMAS1.308.000 -0,76%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengembangan fitofarmaka jadi fokus utama untuk mengatasi impor obat


Kamis, 11 November 2021 / 13:49 WIB
Pengembangan fitofarmaka jadi fokus utama untuk mengatasi impor obat
ILUSTRASI. Obat tablet.


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menegaskan pengembangan Fitofarmaka menjadi fokus utama dalam mengatasi impor obat. Wakil Menteri Kesehatan dr Dante Saksono Herbuwono menyatakan, pengembangan Fitofarmaka juga sejalan dengan transformasi sistem kesehatan nasional.

“Ini akan menjamin keamanan kita dalam melakukan transformasi kesehatan di masa depan,” kata Dante pada Forum Nasional Kemandirian Farmasi dan Alat Kesehatan dalam rangka menyambut Hari Kesehatan Nasional, di Yogyakarta, Senin (8/11/2021).

Fitofarmaka merupakan obat dari bahan alami yang telah melalui proses uji klinis sehingga memiliki khasiat setara dengan obat. Dalam paparannya yang berjudul Menguatkan Ketahanan Produk Farmasi Dalam Negeri tersebut, Dante kemudian menyebut beberapa Fitofarmaka yang telah dikembangkan dan diproduksi di Indonesia yakni untuk immunomodulator, obat tukak lambung, antidiabetes, antihipertensi, obat untuk melancarkan sirkulasi darah, dan obat untuk meningkatkan kadar albumin. 

Selain itu ada pula Fitofarmaka yang akan dikembangkan yakni obat pelancar ASI, antihiperlipidemia-kolesterol, hepatoprotektor, pengobatan nyeri sendi, diare, peningkatan fungsi kognitif, percepatan penyembuhan luka, mengurangi nyeri haid, serta obat untuk meredakan gejala batuk - pilek. Menurut Dante, pengembangan Fitofarmaka memerlukan dukungan dan kerja sama berbagai pihak. 

Baca Juga: Ketahui perbedaan skincare dan make-up di sini, jangan keliru!

"Prosesnya tentu tidak sederhana, butuh proses analisis, proses penelitian dan ini akan melibatkan berbagai macam sektor untuk bekerja sama secara sinergis. Baik dengan peneliti, industri, perguruan tinggi, dan Kemenkes," ujar Dante.

Dante kemudian memaparkan bagaimana obat berbahan baku kimia yang digunakan saat ini pun awalnya dikembangkan dari bahan alam. Dokter spesialis penyakit dalam ini menjelaskan perkembangan awal obat diabetes yang berasal dari tanaman.

"Beberapa obat yang saat ini menjadi obat-obat kimiawi, sebenarnya dasarnya adalah Fitofarmaka. Saya ambil contoh bidang saya misalnya, obat diabetes Metformin, semua orang pasti tahu Metformin. Metformin tersebut dulunya adalah obat yang berasal dari daun yang diproduksi sebagai Fitofarmaka di Prancis. Lima puluh tahun kita pakai Metformin dan ternyata Metformin tersebut sudah bisa kita gunakan sebagai obat yang diekstrak unsur kimiawinya secara spesifik," papar dr Dante.

Pengembangan Fitofarmaka di Indonesia juga sejalan dengan Instruksi Presiden No 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan. Namun, setelah 5 tahun instruksi tersebut diterbitkan, pengembangan Fitofarmaka seakan jalan di tempat. Dari sekitar 11.218 tanaman obat yang tercatat oleh Kementerian Kesehatan, baru ada 26 Fitofarmaka menurut data Kemenkes atau 35 Fitofarmaka yang terdaftar menurut Nomor Izin Edar dari Badan POM RI.

Berdasarkan NIE dari BPOM RI sebanyak 23 produk Fitofarmaka didaftarkan oleh PT Dexa Medica, 8 produk dari PT Ferron Par Pharmaceuticals, 2 produk dari PT Phapros, dan 2 produk dari PT Royal Medicalink Pharmalab. Produk Fitofarmaka saat ini juga dikenal dengan sebutan Obat Modern Asli Indonesia (OMAI).

Baca Juga: Inilah 4 obat batuk kering yang berasal dari bahan alami

Sekretaris Perusahaan Indofarma Wardjoko Sumedi mengatakan potensi pengembangan Fitofarmaka di Indonesia terbuka lebar di tengah upaya untuk memasukkan kategori produk farmasi ini dalam Formularium nasional (FORNAS). "Potensi Fitofarmaka ke depan akan sangat bagus karena Fitofarmaka akan diupayakan masuk ke dalam FORNAS sebagai upaya pengobatan promotif dan preventif," kata dia.

Direktur Pengembangan Bisnis dan Saintifik Dexa Group, Dr Raymond Tjandrawinata mengungkapkan pengembangan Fitofarmaka bisa mengantisipasi terjadinya supply shock seperti yang sempat dialami industri farmasi di Indonesia pada awal pandemi Covid-19.

"Itulah kata kunci yang harus disepakati bahwa urgensi untuk membangun kemandirian ini tidak bisa ditawar lagi, urgensi ini bisa dibangun bersama. Sebagian produk ini juga telah diekspor ke mancanegara dan diresepkan oleh para dokter di mancanegara. Sekarang justru dalam keadaan Covid-19 ini, sekarang kita memikirkan lebih lanjut untuk kemandirian bahan baku obat,” tegas Raymond. 

Selanjutnya: Perkuat industri kesehatan pasca pandemi, seluruh pihak harus saling mendukung

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×