kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45899,85   2,25   0.25%
  • EMAS1.378.000 0,95%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Operasi Pemasangan DBS pada Pasien Parkinson: Pengobatan Inovatif dan Harapan Baru


Rabu, 12 Juli 2023 / 06:42 WIB
Operasi Pemasangan DBS pada Pasien Parkinson: Pengobatan Inovatif dan Harapan Baru
ILUSTRASI. Operasi Pemasangan DBS pada Pasien Parkinson: Dr. dr. Rocksy Fransisca V Situmeang, Sp.N (kiri) dan Dr. dr. Made Agus Mahendra Inggas, Sp.BS dari Rumah Sakit (RS) Siloam.


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

Pemilihan Pasien yang Tepat untuk DBS pada Pasien Parkinson

Perlu diingat, setiap pasien memiliki kondisi yang unik, kondisi tersebut memengaruhi keputusan seorang pasien untuk melakukan operasi DBS. Oleh karena itu, diperlukan evaluasi yang teliti oleh dokter spesialis saraf untuk memastikan pasien tersebut memenuhi syarat. Berikut adalah beberapa kriteria pasien yang cocok untuk dilakukan operasi DBS pada pasien Parkinson:

Baca Juga: Apa yang Menjadi Penyebab Flat Foot? Ini Penjelasan Lengkapnya!

1. Penegakan diagnosis Penyakit Parkinson

Pasien harus memiliki diagnosis Parkinson yang ditegakkan dengan jelas. Tipe Parkinson yang lebih berat seperti Parkinson refraktori dapat menjadi indikasi untuk menjalani terapi DBS.

2. Telah maksimal dalam menggunakan obat

Pasien harus sudah mencoba dan memaksimalkan obat-obatan Parkinson yang tersedia dan tidak memberikan pengobatan yang memadai dalam mengontrol gejala, sehingga opsi bedah menjadi pertimbangan.

3. Tidak adanya efek samping yang signifikan dari obat

Pasien harus mampu mentoleransi efek samping dari obat obatan yang diberikan. Jika pasien tidak dapat mentoleransi efek samping terkait dengan obat-obat ini, maka opsi bedah bisa dianggap sebagai alternatif.

4. Kondisi medis lain yang stabil

Pasien harus dalam kondisi kesehatan yang cukup baik dan tidak memiliki penyakit medis lain yang bertentangan dengan operasi DBS. Pada pasien yang menderita penyakit medis lain seperti epilepsi yang tidak terkontrol atau terapi kanker sistemik, sebaiknya menunda operasi DBS ini.

5. Usia pasien

Umur pasien yang direkomendasikan tidak lebih dari 75 tahun, namun demikian tetap diperlukan diskusi antara pasien, dokter, dan keluarga.

6. Kualitas hidup pasien

Pasien harus memiliki keinginan untuk memperbaiki kualitas hidup dan memperbaiki cara hidup sehat. Pasien harus mengerti bahwa operasi DBS Parkinson bukanlah obat ajaib yang akan menghilangkan penyakit, tetapi metode pengobatan yang bertujuan untuk mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup.

Demikian beberapa kriteria pasien yang cocok untuk operasi DBS Parkinson, keputusan pilihan untuk menjalani operasi DBS harus didasarkan pada evaluasi yang cermat dan diskusi antara pasien, dokter spesialis neurologi, dan keluarga.

Baca Juga: 5 Makanan Rekomendasi Kemenkes untuk Atasi GERD, Cek Juga Penyebab Asam Lambung

Proses Pemasangan Elektroda DBS pada Pasien Parkinson

Dr. dr. Made Agus Mahendra Inggas, Sp.BS, dokter spesialis bedah saraf yang juga berpraktik di RS Siloam Kebon Jeruk, RS Siloam Lippo Village Karawaci, dan RS Siloam MRCCC Semanggi secara singkat memberikan penjelasan terkait dengan proses pemasangan elektroda DBS pada pasien.

Langkah pertama dalam pemasangan elektroda DBS adalah dengan melakukan pemeriksaan MRI, yaitu sebuah prosedur pemindaian tubuh yang menggunakan medan magnet dan gelombang radio untuk menciptakan gambaran detail dari otak. Ini membantu dokter untuk menentukan area yang akan diberikan stimulasi.

Prosedur berikutnya adalah memasang frame penyangga kepala. Frame ini akan membantu mengamankan kepala pasien agar dapat dilakukan pemetaan otak yang lebih tepat. Setelah frame dipasang, dokter akan melakukan pemetaan otak.

Hal ini dilakukan dengan menggunakan teknologi yang disebut dengan trajectories. Trajectories digunakan dalam menentukan rute yang tepat untuk memasukkan elektroda ke otak sehingga dapat melakukan stimulasi.

Dokter akan memasukkan elektroda DBS ke otak melalui lubang kecil pada tengkorak. Elektroda kemudian dipasang melalui sebuah tabung khusus yang memungkinkan dokter untuk memasang elektroda tersebut dengan tepat dan terkendali.  

Selanjutnya setelah elektroda dipasang, dokter akan mengaktifkan stimulator. Stimulator ini berperan untuk mengirimkan sinyal elektrik yang melalui elektroda ke otak dan memengaruhi sistem saraf yang mengendalikan gerakan. Dokter akan menentukan frekuensi optimal dan arus listrik yang diperlukan untuk mengendalikan gejala Parkinson.

Ketika prosedur selesai, pasien akan dimasukkan ke ruang pemulihan untuk dipantau oleh dokter dan tim medis. Pasien akan menjalani beberapa sesi pemrograman dan disarankan untuk melakukan beberapa aktivitas fisik saat tangan dan kaki distimulasi oleh DBS.

Baca Juga: 6 Manfaat Apel untuk Kesehatan Jika Dimakan Secara Rutin

Selama beberapa hari setelah operasi, pasien akan tetap dalam pengawasan tim medis.  Hal ini dilakukan untuk memantau kemajuan pasien serta memeriksa adanya komplikasi yang mungkin muncul.  Selain itu, pasien diharuskan untuk menjalani sesi pemrograman ulang ketika dibutuhkan.

Metode DBS bisa dibilang merupakan metode yang memerlukan keterampilan khusus, tidak semua dokter spesialis bedah saraf boleh atau mampu melakukan operasi DBS tersebut. Seorang dokter spesialis bedah saraf harus memiliki sertifikasi dan untuk mendapatkannya, mereka harus menjalani pelatihan selama berbulan-bulan di lembaga sertifikasi yang letaknya saat ini masih dilakukan di luar Indonesia.

Perlu diketahui juga, berdasarkan data dan penanganan pasien Parkinson di Siloam Hospitals Lippo Village, tingkat keberhasilan dari prosedur DBS ini adalah sebesar 70 persen sampai 80 persen.

“Tidak semua rumah sakit dapat melakukan tindakan operasi DBS, Siloam Hospitals Lippo Village merupakan salah satu rumah sakit yang secara fasilitas dan kompetensi tenaga medisnya mampu untuk melakukan DBS. Namun demikian, saat ini banyak rumah sakit yang mulai melirik treatment DBS karena besarnya tingkat keberhasilan dan pengaruhnya terhadap kualitas hidup pasien pascaoperasi dilakukan,” ujar dokter yang juga memiliki Certified Surgeon, Fluorescence Brain Tumor Surgery, Klinik fur Neurochirurgie, Universitatsklinikum, Freiburg, Jerman.




TERBARU

[X]
×