Sumber: TribunNews.com | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peneliti Senior dari University of Patras dan School of Public Health-University of West Attica, Yunani, Prof Konstantinos Farsalinos mengatakan bahwa sosialisasi mengenai profil seputar produk tembakau alternatif kepada publik harus dilakukan menggunakan data-data yang bersumber dari kajian ilmiah.
Hal ini perlu dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan terkait untuk mencegah semakin meluasnya misinformasi terhadap produk tembakau alternatif.
Dia menjelaskan, sosialisasi tentang produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik (vape), produk tembakau yang dipanaskan, dan kantong nikotin, harus berdasarkan kajian ilmiah, bukan berasal dari sentimen subjektif atau sikap antitembakau.
Baca Juga: Hipertensi Rontok! 8 Kebiasaan yang Dapat Membantu Penderita Darah Tinggi
Dengan begitu, perokok dewasa dapat memperoleh informasi yang komprehensif tentang produk tersebut.
“Produk tembakau alternatif menerapkan konsep pengurangan bahaya tembakau (tobacco harm reduction) sehingga memberikan peluang bagi perokok dewasa untuk beralih dari kebiasaan merokok dan memperbaiki kualitas hidupnya,” jelas Prof. Konstantinos dalam forum diskusi internasional bertajuk 6th Summit Tobbaco Harm Reduction dalam keterangannya, Selasa (31/10/2023).
Sebagai langkah awal, Konstantinos melanjutkan, para pemangku kepentingan terkait seperti pemerintah, lembaga, riset, dan ilmuwan, harus memiliki pandangan terbuka terhadap produk tembakau alternatif.
Selanjutnya, dalam sosialisasi kepada publik, para pemangku kepentingan ini harus melakukan pendekatan berbasis bukti ilmiah terkait potensi produk tembakau alternatif dalam mengurangi risiko kesehatan.
Baca Juga: Produk Tembakau Alternatif di Indonesia
“Selain mencegah informasi keliru, sosialisasi produk tembakau alternatif dalam jangka panjang dapat mengatasi stigma, marginalisasi, kriminalisasi, kesenjangan, dan penindasan, sebagai upaya untuk melindungi kesehatan dan kebebasan dalam membuat pilihan pribadi,” ujarnya.
Meski demikian, produk tembakau alternatif dapat menjadi salah satu pilihan bagi perokok dewasa yang ingin mengurangi risiko dari kebiasaan merokok.
“Swedia yang merupakan negara yang telah memanfaatkan produk tembakau alternatif secara optimal kini menjadi satu-satunya negara bebas asap di dunia. Berkat pemanfaatan produk ini, angka kematian akibat penyakit kardiovaskular, kanker paru-paru, dan jenis kanker lainnya di Swedia lebih rendah dibandingkan negara-negara Uni Eropa lainnya,” papar Konstantinos.
Pada kesempatan yang sama, Dokter Spesialis Onkologi di Hospital Central de la Defensa Gómez Ulla, Spanyol, Dr. Fernando Bueno, sependapat dengan Prof. Konstantinos.
Baca Juga: Benarkah E-Liquid Tidak Menyebabkan Masalah Kesehatan pada Gusi?
Menurut dia, ilmu pengetahuan dan kajian ilmiah harus dijadikan landasan utama dalam melakukan sosialisai produk tembakau alternatif kepada perokok dewasa.
Nantinya, perokok dewasa akan mengetahui informasi yang akurat tentang pemanfaatan produk tersebut.
“Informasi mengenai produk tembakau alternatif harus didasarkan pada argumen ilmiah dan data klinis, tidak sekadar opini dan respons emosional. Pendekatan ini adalah salah satu cara mengedukasi perokok dewasa untuk mencapai kualitas kesehatan yang lebih baik,” jelas Fernando.
Dalam kesempatan terpisah, Sekretaris Umum Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Garindra Kartasasmita, mengatakan sosialisasi produk tembakau alternatif perlu diupayakan pemerintah sebagai solusi bagi perokok dewasa yang ingin beralih dari kebiasaan merokok.
Upaya ini sekaligus untuk menekan angka penyakit yang diakibatkan konsumsi rokok. Ia juga menyampaikan, pihaknya konsisten melakukan sosialisasi tentang produk tembakau alternatif selama ini.
“Kami terus melakukan edukasi melalui media online dan media sosial menggunakan penelitian-penelitian ilmiah yang dilakukan di dalam dan luar negeri,” jelas Garindra.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Sosialisasi tentang Tembakau Alternatif Diperlukan untuk Cegah Misinformasi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News