kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Lebih ganas dari virus corona? Dari 6.639 kasus, 49 orang tewas akibat DBD


Senin, 17 Februari 2020 / 09:01 WIB
Lebih ganas dari virus corona? Dari 6.639 kasus, 49 orang tewas akibat DBD
ILUSTRASI. Petugas kesehatan memberikan penanganan medis kepada pasien penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) di Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Rabu (30/1/2019) ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/wsj. .


Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Hasbi Maulana

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sampai 12 Februari 2020, sudah ada 6.639 kasus demam berdarah dengue (DBD) dengan 49 kematian di seluruh Indonesia.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan hal itu,

"Tahun lalu pada tanggal yang sama, kasus DBD sampai 160 ribuan dengan angka kematian hampir 10 ribu. Kita melihat angkanya sekarang masih di bawah tahun yang lalu," ujar Nadia di Gedung Kemenkes, Jumat (14/2).

Baca Juga: Korban tewas virus corona mencapai 1.770, kasus sembuh 10.607

Dari 6.639 kasus tersebut, ada empat daerah mengalami peningkatan kasus DBD, yaitu Kabupaten Sikka, Temanggung, Lampung Tengah, serta Ciamis. Secara detail, jumlah kasus penderita DBD di Kabupaten Sikka mencapai 580 kasus dengan 4 kematian.

Angka tersebut meningkat dari tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 520 kasus dengan 17 kematian. Dengan adanya peningkatan jumlah kasus ini, maka Kabupaten Sikka menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) terhadap penyakit demam berdarah.

Selain itu, Nadia juga menyatakan ada beberapa daerah yang selalu mengalami potensi peningkatan kasus DBD, yaitu wilayah Jakarta dan Jakarta Timur. Namun, kata Nadia, tahun ini wilayah Jawa Timur sudah berhasil menekan angka kesakitan dan kematian.

"Tahun ini Jawa Timur sudah berhasil menekan angka kesakitan dan kematian, meskipun begitu daerah ini tetap menjadi daerah kewaspadaan untuk kami," ungkapnya.

Untuk saat ini, belum ada status khusus yang ditetapkan oleh Kemenkes untuk mewaspadai peningkatan kasus DBD.

Baca Juga: Virus corona membuat Singapura pangkas proyeksi ekonomi 2020 menjadi -0,5%-1,5%

Namun, Nadia menekankan agar masyarakat Indonesia tetap mewaspadai penyebaran penyakit ini, serta melakukan pemberantasan sarang nyamuk. Apalagi peningkatan kasus DBD sangat bergantung pada perubahan musim.

Labih lanjut, Nadia menyatakan sejak Oktober 2019 lalu, pihaknya telah melakukan sosialisasi dengan mengirimkan surat edaran dari Menteri Kesehatan (Menkes) dan diikuti dengan surat edaran dari Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes mengenai pencegahan penyakit DBD.

Tak hanya itu, pihak Kemenkes juga telah mengirimkan surat kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Tujuannya adalah, agar pihak Kemendagri bisa mengingatkan bupati, gubernur, dan walikota di berbagai daerah untuk mengaktifkan gerakan satu rumah satu jumantik (juru pemantau jentik), serta melakukan pembersihan sarang nyamuk.

Baca Juga: Korban tewas pertama Covid-19 di Taiwan, pasien terbaru di negara itu

Nadia menambahkan, saat ini penyebaran penyakit DBD secara umum disebabkan karena pembuangan sampah yang tidak terlalu baik. Jadi, apabila dulu nyamuk penyebab DBD rata-rata berada di dalam rumah, sekarang nyamuk tersebut juga sudah menyebar hingga daerah luar rumah.

"Sebenarnya masyarakat sudah cukup baik di penampungan air, karena sudah sedikit jentik nyamuknya. Tapi ternyata kami lihat di halaman belakang masih banyak botol berserakan, bekas kemasan minuman, dan ada sumur yang terbuka, ini yang menjadi suatu kewaspadaan bagi kita untuk selalu memperhatikan lingkungan sekitar," kata Nadia.

Baca Juga: Lolos dari maut Covid-19, pasien ini mengira sudah mengetuk pintu neraka!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×