kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.199   57,86   0,81%
  • KOMPAS100 1.105   10,32   0,94%
  • LQ45 877   10,94   1,26%
  • ISSI 221   0,89   0,40%
  • IDX30 448   5,61   1,27%
  • IDXHIDIV20 539   4,64   0,87%
  • IDX80 127   1,22   0,97%
  • IDXV30 135   0,58   0,43%
  • IDXQ30 149   1,55   1,05%

​Kisah Dokter Sulianti Saroso, Pencetus Program KB dan Indonesia Bebas Cacar


Rabu, 10 Mei 2023 / 10:00 WIB
​Kisah Dokter Sulianti Saroso, Pencetus Program KB dan Indonesia Bebas Cacar
ILUSTRASI. Prof. Dr. Sulianti Saroso memiliki peran penting di bidang pencegahan dan pengendalian penyakit menular serta KB.


Penulis: Virdita Ratriani

KONTAN.CO.ID - Google Doodle hari ini mengenang dokter asal Indonesia, Prof. Dr. Sulianti Saroso. Prof. Dr. Sulianti Saroso memiliki peran penting dalam dunia kesehatan Indonesia. Setidaknya di bidang pencegahan dan pengendalian penyakit menular serta keluarga berencana atau KB. 

Dr. Sulianti Saroso juga peneliti dan perancang kebijakan kesehatan. Namun, tidak tertarik menjadi dokter praktek.

Selain itu, Sulianti Saroso juga pernah aktif sebagai konsultan untuk lembaga internasional WHO dan Unicef. Lantas, seperti apa biografi Sulianti Saroso? 

Baca Juga: Cara Mencegah Ular Masuk Rumah dan Pertolongan Pertama Jika Digigit Ular

Biografi singkat Sulianti Saroso  

Sulianti Saroso lahir 10 Mei 1917 di Karangasem, Bali. Ia adalah anak kedua dari keluarga Dokter M Sulaiman. 

Dirangkum dari laman Indonesia.go.id, sebagai dokter, tempat tugas  Sulaiman berpindah-pindah. Namun, Sulianti Saroso selalu mendapat pendidikan terbaik. 

Sulianti Saroso menempuh pendidikan dasar berbahasa Belanda ELS  (Europeesche Lagere School), lalu pendidikan menengah elite di Gymnasium Bandung, yang sebagian besar siswanya kulit putih.

Baca Juga: Ini Sebaran dan Gambaran 16 Pasien Hepatitis Akut Misterius di Indonesia  

Kemudian, Sulianti Saroso melanjutkan pendidikan tinggi di Geneeskundige Hoge School (GHS), sebutan baru bagi Sekolah Kedokteran STOVIA di Batavia. Ia lulus sebagai dokter 1942.

Pada masa pendudukan Jepang, Sulianti Saroso bekerja sebagai dokter di RS Umum Pusat di Jakarta, yang kini dikenal sebagai RS Cipto Mangunkusumo. 

Pada awal kemerdekaan, Sulianti Saroso ikut bertahan di rumah sakit besar itu. Namun, ketika ibu kota negara pindah ke Yogyakarta, Sulianti Saroso turut hijrah menjadi dokter republiken dan bekerja di RS Bethesda Yogyakarta.

Baca Juga: Pemerintah Sudah Bantu 2.109 Debitur Kecil Melalui Program Keringanan Utang

Pencetus program KB

Pasca-revolusi kemerdekaan, dokter Sulianti Saroso mendapatkan beasiswa dari WHO untuk belajar tentang tata kelola ibu dan anak di beberapa negara Eropa, terutama Inggris. 

Pulang ke tanah air pada 1952, ia telah mengantungi Certificate of Public Health Administrasion dari Universitas London. Ia pun ditempatkan di Yogya sebagai Kepala Jawatan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan RI.

Baca Juga: Dua Cara Penularan Hepatitis Akut Misterius, Bisa Lewat Udara

Pada saat itu, Sulianti segera melakukan penggalangan dukungan publik untuk program kesehatan ibu dan anak. 

Khususnya pengendalian angka kelahiran lewat pendidikan seks dan gerakan keluarga berencana (KB). Melalui RRI Yogyakarta dan harian Kedaulatan Rakjat, ia menyampaikan gagasan tentang pendidikan seks, alat kontrasepsi, dan pengendalian kehamilan dan kelahiran. 

Bagi Sulianti Saroso, korelasi kemiskinan, malnutrisi, buruknya kesehatan ibu dan anak, dengan kelahiran yang tak terkontrol, adalah fakta terbuka yang tak perlu didiskusikan. 

Baca Juga: Cara Membedakan Gejala Cacar Monyet dengan Cacar Air

Namun, menjadi hal mendesak yang perlu diperbaiki. Kampanye dokter Sulianti itu menimbulkan geger. 

Gabungan Organisasi Wanita (GOW) Yogyakarta lalu menggelar seminar dengan melibatkan para dokter serta pimpinan organisasi keagamaan. Hasilnya, gagasan Julie Sulianti ditolak mentah-mentah.

Dokter Sulianti mendapat teguran dari Kementerian Kesehatan. Tak lama kemudian ia dipindah ke Jakarta, promosi menjadi Direktur Kesehatan Ibu dan Anak di kantor Kementerian Kesehatan.

Baca Juga: Ada 18 Pasien Hepatitis Akut, 7 Meninggal

Dokter Sulianti masih terus memperjuangkan ide program KB. Hanya saja melalui jalur swasta. Bersama sejumlah aktivis perempuan, ia mendirikan Yayasan Kesejahteraan Keluarga (YKK) yang menginisiasi klinik-klinik swasta yang melayani KB di berbagai kota. 

Para pejabat kementerian tutup mata. Untuk membangun model sistem pelayanan ibu dan anak, ia juga mendirikan pos layanan di Lemah Abang, Bekasi.

Tujuannya, kehidupan ibu dan anak yang sehat dan bahagia.

Pada era 1970 hingga 1980-an, gagasan-gagasannya tentang pengendalian penyakit menular, KB, dan kesehatan ibu serta anak secara bertahap diadopsi menjadi kebijakan pemerintah.

Baca Juga: Waspada! Ini Orang-Orang yang Rentan Tertular Cacar Monyet

RSPI Sulianti Saroso pencetus Indonesia bebas cacar

Pada 1967, Sulianti Saroso pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Pencegahan, Pemberantasan, dan Pembasmian Penyakit Menular (P4M). Sulianti Saroso juga merangkap sebagai Direktur Lembaga Riset Kesehatan Nasional (LRKN). 

Sewaktu menjabat Dirjen P4M, Profesor Sulianti mendeklarasikan Indonesia bebas cacar dan memberikan rekomendasi-rekomendasi mengenai vaksinasi massal maupun vaksinasi reguler untuk anak usia dini. 

Baca Juga: Pemerintah Investigasi Penyebab Virus Hepatitis Akut

Selain itu, Profesor Sulianti Saroso juga memberikan perhatian besar pada Klinik Karantina di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. 

Klinik itu telah dikembangkannya menjadi RS penyakit menular sekaligus untuk keperluan riset penyakit menular yang kini bernama Pusat Infeksi Nasional RSPI Sulianti Saroso. 

Tidak cukup dengan observasi di RS karantina di Tanjung Priok, Dokter Sulianti pun membangun pos-pos kesehatan masyarakat di berbagai lokasi. 

Baca Juga: RS Sulianti Saroso dan FK UI Dipilih Jadi Tempat Pemeriksaan Spesimen Hepatitis Akut

Menjelang masa pensiun di pertengahan 1970-an, Profesor Sulianti aktif sebagai konsultan untuk lembaga internasional WHO dan Unicef. 

Posisi itu membuatnya sering melakukan perjalanan keluar negeri. Pasca-pensiun, ia pun terus diminta menjadi tim penasihat untuk Menteri Kesehatan.

Dalam posisi itu, Sulianti Saroso terus mengawal gagasan-gagasannya tentang tata kelola kesehatan masyarakat, KB, dan pengendalian penyakit menular.

Baca Juga: Ada Tiga Kasus Dugaan Hepatitis Akut Misterius, Kemenkes Lakukan Investigasi

Salah satu ide yang terus dikawalnya ialah mengembangkan RS Karantina Tanjung Priok menjadi RS Pusat Infeksi dengan teknologi terbaru, piranti mutakhir, serta sumber daya manusia yang mumpuni.

Tujuannya, agar RS tersebut bisa menjadi RS rujukan sekaligus lembaga pendidikan serta pelatihan. Namun, menjelang RSPI itu dibangun, Dokter Sulianti wafat, pada 1991. 

Pada 1995, nama Profesor Sulianti Saroso pun disematkan sebagai nama resmi rumah sakit tersebut yakni Pusat Infeksi Nasional RSPI Sulianti Saroso.

Demikian kisah dan biografi singkat dokter Sulianti Saroso yang menjadi Google Doodle hari ini, Rabu (10/5/2023). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×