kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Jangan stres bila ingin hamil


Kamis, 19 Mei 2016 / 09:37 WIB
Jangan stres bila ingin hamil


Sumber: Kompas.com | Editor: Adi Wikanto

Jakarta. Sudah menikah bertahun-tahun, tapi belum juga momongan? Jangan sampai stres karena menunggu kehamilan.

Anda harus santai dan berpikiran tenang bila ingin hamil. Stres yang berhubungan dengan infertilitas diketahui bisa memengaruhi kualitas hubungan, dan sebuah studi menunjukkan, bahwa kondisi itu juga dapat memengaruhi keberhasilan program kesuburan.

Para peneliti melaporkan bahwa stres akibat infertilitas pada pernikahan adalah prediktor kuat dari kegagalan program kesuburan.

Selain itu, wanita yang dilaporkan sering mengalami stres dalam kehidupan perkawinan mereka—termasuk akibat dari masalah infertilitas - cenderung memerlukan lebih banyak bantuan siklus reproduksi untuk bisa hamil ketimbang wanita yang menjalani pernikahan dengan bahagia, peneliti Jacky Boivin, PhD, mengatakan kepada WebMD.

"Intinya adalah bahwa ketidaksuburan menyebabkan banyak stres dalam suatu kehidupan pernikahan, itu bisa sangat berdampak pada apakah wanita bisa cepat hamil atau tidak," kata Boivin.

Awalnya, Boivin tidak percaya bahwa stres memainkan peran penting dalam infertilitas, namun bukti yang menemukan hubungan antara keduanya mustahil diabaikan.

Dia menjelaskan, hanya saja faktor-faktor biologis seperti usia dan kualitas embrio juga penting dalam keberhasilan atau kegagalan program kesuburan. Dan studi ini merupakan salah satu yang terbesar dalam meneliti peran stres terhadap keberhasilan atau kegagalan program kesuburan.

Boivin dan rekan peneliti Lone Schmidt, PhD, melibatkan sekitar 800 pasangan di Denmark untuk menjalani program kesuburan. Semua peserta mengisi angket pada awal penelitian untuk menilai tingkat stres mereka. Para peneliti kemudian melihat kemungkinan kehamilan setelah satu tahun kemudian.

Selama masa studi satu tahun, peneliti menemukan, stres pada pria dampaknya jauh lebih kecil ketimbang dampak dari stres pada wanita. Walau begitu, Boivin mengatakan temuan tersebut menunjukkan bahwa tekanan yang berhubungan dengan infertilitas bisa memengaruhi kualitas sperma atau kesuburan pria juga.

"Selama ini kami berpikir bahwa kesuburan adalah tentang wanita dan apa yang terjadi dengan jiwa nya. Tapi, studi ini menunjukkan bahwa tekanan atau stres dalam pernikahan bisa memengaruhi kesuburan pria juga," kata Boivin.

(Ayunda Pininta) 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×