kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini gejala baru Covid-19: Sindrom patah hati


Jumat, 24 Juli 2020 / 05:10 WIB
Ini gejala baru Covid-19: Sindrom patah hati
ILUSTRASI. Ilustrasi seorang warga Depok mengenakan masker. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/foc.


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi Covid-19 masih menjadi perhatian banyak orang di seluruh orang di dunia ini, termasuk ahli kesehatan dan peneliti. Pasalnya, virus corona masih tergolong baru sehingga tidak banyak informasi memadai untuk menghentikan pandemi ini. Berbagai gejala baru mengenai infeksi virus corona juga semakin bermunculan. 
Tak hanya memiliki gejala menyerupai flu, Covid-19 juga bisa menimbulkan gejala seperti ruam dan konjungtivitis. Dan kini, para ilmuwan dari Cleveland Clinic telah menemukan gejala baru dari infeksi virus corona yang disebut dengan sindrom patah hati. Meski bukan gejala langsung, sindrom ini cukup banya terjadi di masa pandemi ini. 

Baca Juga: Corona di Jawa Timur Kamis 23 Juli positif 19.450, sembuh 11.125, meninggal 1.525

Apa itu sindrom patah hati? 

Dalam dunia medis, sindrom patah hati juga dikenal dengan istilah stres cardiomyopathy. Kondisi ini terjadi ketika tekanan fisik atau emosional menyebabkan disfungsi atau kegagalan pada otot jantung Gejala sindrom ini serupa dengan serangan jantung, yakni nyeri dada dan sesak napas. 

Gejala lain yang sering dialami penderita sindrom patah hati antara lain detak jantung tidak teratur, tekanan darah rendah, dan hilangnya kesadaran. Menurut para ahli, sindrom ini terjadi karena reaksi seseorang terhadap peristiwa stres secara fisik atau emosional. 

Baca Juga: Aturan baru Kemenkes: Pasien Covid-19 dapat klaim biaya perawatan, ini syaratnya

Reaksi tersebut membuat tubuh melepaskan hormon stres yang mengurangi kemampuan jantung untuk memompa dara sehingga memicu kontraksi. Hal ini juga membuat detak jantung kurang efisien atau tidak teratur. Oleh karena itu, kondisi ini juga diberi istilah "sindrom patah hati". 

Kaitan Covid-19 dan sindrom patah hati 

Pandemi global ini tentu membuat banyak orang mengalami stres. Entah itu karena khawatir orang tersayang terinfeksi, kehilangan pekerjaan, kesulitan menyeimbangkan kehidupan pribad dan pekerjan, atau physical distancing yang membuat banyak orang mengalami isolasi sosial. Ada banyak faktor yang memicu stres selama pandemi ini. 

Menurut ahli jantung sekaligus pemimpin riset, Ankur Kalra, faktor-faktor tersebut bisa memicu stres kardiomiopati pada pasien COVID-19. Yah, pandemi COVID-19 telah membawa banyak tingkat stres dalam kehidupan orang-orang di seluruh negara dan dunia. Semua orang tidak hanya mengkhawatirkan kondisi diri mereka sendiri atau keluarganya. Mereka juga berhadapan dengan masalah ekonomi dan emosional, masalah sosial dan potensi kesepian dan isolasi. 

Baca Juga: UPDATE corona di Jakarta Kamis 23 Juli positif 18.068 sembuh 11.283 meninggal 751

"Stres dapat memiliki efek fisik pada tubuh dan hati kita, sebagaimana dibuktikan oleh semakin meningkatnya diagnosis stres kardiomiopati yang kita alami," tambah Kalra. 

Dalam riset ini, peneliti mengamati 1.656 pasien yang mengalami sindrom patah hati akut selama empat periode prapandemi, yakni Maret-April 2018, Januari-Februari 2019, Maret-April 2019 dan Januari-Februari 2020. 

Baca Juga: Banyak kasus baru corona dari perkantoran, ini panduan aman selama di kantor

Setelah itu, peneliti membandingkan hasil analisis data dengan temuan yang mereka dapat usai menganalisis 258 pasien yang mengalami kondisi serupa di masa pandemi, yakni pada 1 Maret hingga 30 April 2020. 

Dari hasil riset, terbukti adanya peningkatan stres kardiomiopati selama masa pandemi. Data riset juga mencatat sekitar 7,8 persen pasien positif Covid-19 mengalami sindrom patah hati. Padahal, tingkat stres kardiomiopati selama empat periode prandemik hanya antara 1,5 dan 1,8%, yakni antara lima hingga 12 pasien per periode. 

Cara mengatasi 

Menurut peneliti, cara terbaik untuk mengatasi kondisi ini adalah dengan berfokus pada perawatan diri, terutama untuk pasien yang rentan terhadap tingkat stres. "Meski pandemi terus berjalan, perawatan diri selama masa sulit ini sangat penting untuk kesehatan tubuh, khususnya jantung," kata ahli jantung Grant Reed. 

Bagi mereka yang merasa diliputi stres, Grant Reed menyarankan untuk meminta bantuan ahli kesehatan mental. “Olahraga, meditasi, dan terhubung dengan keluarga dan teman, sembari tetap melakukan protokol kesehatan dan physical distancing juga dapat membantu meredakan kecemasan," tambah Grant Reed.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sindrom Patah Hati Jadi Gejala Baru Covid-19, Kok Bisa?"
Penulis : Ariska Puspita Anggraini
Editor : Ariska Puspita Anggraini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×