kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ini alasan mengapa protokol kesehatan tetap penting, kendati vaksin sudah tersedia


Minggu, 13 Desember 2020 / 10:45 WIB
Ini alasan mengapa protokol kesehatan tetap penting, kendati vaksin sudah tersedia
ILUSTRASI. Para pegawai mengoperasikan mesin pengisi di dalam sebuah laboratorium di Serum Institute of India, di Pune, India, Senin (30/11/2020). REUTERS/Francis Mascarenhas


Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Selama hampir setahun terakhir menghantui dunia, virus corona mengalami proses mutasi. Strain terakhir virus yang memiliki nama ilmiah SARS CoV-2 itu adalah GV. Virus corona dengan strain inilah yang menyebabkan gelombang infeksi di Eropa, selama beberapa pekan terakhir.

Kehadiran GV itu menambah strain virus corona yang telah terindentifikasi oleh Global Iniative on Sharing All Influenza Data (GISAID). Nama yang terakhir ini merujuk ke database tentang berbagai virus flu.

GISAID diluncurkan sesuai dengan keputusan World Health Assembly (WHA), atau sidang majelis dari 194 negara anggota Organisasi Kehehatan Dunia (WHO). Pendirian platform yang mengoleksi dan membagikan berbagai informasi tentang virus influenza itu terjadi di saat dunia terserang wabah flu burung di tahun 2006.

Baca Juga: Berikut 5 negara yang beri persetujuan penggunaan darurat vaksin virus corona Pfizer

Di awal tahun ini, rekam jejak virus coron menjadi pusat perhatian GISAID. Sebelum GV, GISAID sudah mencatat ada tujuh strain lainnya. Strain atau jenis pertama virus corona yang teridentifikasi adalah L. Inilah strain yang menyebabkan gelombang pertama Covid 19 di Wuhan, China pada Desember 2019.

Di awal tahun 2020, data yang dikompilasi GISAID menunjukkan virus corona bermutasi menjadi strain S. Proses mutasi berikutnya menghasilkan strain V, dan kemudian strain G. Mutasi terus berlangsung hingga muncul strain GR dan GH. Di luar itu, ada juga beberapa mutasi yang jarang terlihat, karena itu mutasi-mutasi tersebut dikelompokkan ke dalam strain O, kependekan dari others atau lain-lain.

Saat ini, database GISAID memperlihatkan, strain L nyaris punah.  Jenis virus corona yang paling dominan di saat ini adalah G strain. Salah satu mutasi dari strain tersebut, yaitu D614G, merupakan jenis yang paling umum ditemukan.

Baca Juga: Penerima vaksin Pfizer alami alergi, berikut efek samping vaksin corona Pfizer

Untuk mengetahui manfaat dari pemetaan semacam ini, ada baiknya kita pahami dulu apa itu mutasi virus. Proses mutasi adalah perubahan dalam materi genetik mahluk hidup. Untuk virus, mutasi terjadi saat virus mereplikasi dirinya menjadi jutaan, dan bergerak dari inang yang satu ke inang yang lain. Nah, replika yang dihasilkan si virus tidaklah identik dengan virus aslinya. Perubahan-perubahan kecil ini terakumulasi saat virus melakukan replikasi dan berpindah-pindah.

Database yang dikompilasi GISAID melacak berbagai perubahan di setiap contoh virus. Berdasarkan kumpulan data itu, para peneliti menentukan jenis-jenis virus corona.  Saat ini, database GISAID memetakan sekitar 3.500 contoh virus dari seluruh dunia, untuk membentuk semacam pohon keluarga yang menunjukkan relasi dari masing-masing contoh virus.

Rekam jejak mutasi virus corona merupakan data yang penting bagi para peneliti dan ahli, juga pengambil kebijakan untuk mengantisipasi situasi yang akan terjadi. “Alasan untuk melihat genomik adalah untuk mencoba dan mencari tahu dari mana asalnya. Dalam hal mencoba memetakan apa yang kami harapkan untuk pandemi, informasi itu sangat penting,” ujar Nicola Spurrier, Kepala Kesehatan Publik di Australia Selatan.

Mutasi virus SARS-CoV-2 hanya terbilang cepat di awal tahun 2020. Di saat negara-negara masih membuka pintu masuknya, virus ini bisa bergerak bebas. Namun setelah berbagai negara melakukan kebijakan pembatasan, ruang gerak virus corona pun terbatas. Seperti yang diharapkan, proses mutasi virus pun menjadi lebih lambat.

Situasi ini memungkinkan ilmuwan dan pembuat kebijakan untuk terus memantau perkembangan mutasi virus. Memang, belum ada kata sepakat dari para ilmuwan mengenai implikasi dari beberapa mutasi yang terjadi. Ambil contoh mutasi D614G. Beberapa ahli melaporkan variasi ini membuat virus lebih mudah menular. Namun penelitian lain membantah dugaan itu.

Mengutip Reuters, para ahli sejauh ini melihat tidak ada mutasi yang menghasilkan strain yang mungkin resisten terhadap vaksin dalam pengembangan. Faktanya, satu studi oleh sekelompok ilmuwan dari beberapa institusi termasuk Universitas Sheffield dan Universitas Harvard menemukan bahwa galur G mungkin menjadi target yang lebih mudah untuk vaksin karena galur ini memiliki lebih banyak protein lonjakan di permukaannya, yang merupakan target vaksin. antibodi yang diinduksi.

Baca Juga: Cegah penyebaran Covid-19, tempat wisata di Jakarta tutup saat malam pergantian tahun

"Untungnya, kami menemukan bahwa tidak satu pun dari mutasi ini yang membuat COVID-19 menyebar lebih cepat, tetapi kami harus tetap waspada dan terus memantau mutasi baru, terutama saat vaksin diluncurkan," kata Lucy van Dorp. Peneliti di Institut Genetika Universitas London ini termasuk anggota tim peneliti yang mengidentifikasi lebih dari 12.700 mutasi virus SARS-CoV-2.

Namun, para ahli yang telah menyaksikan proses mutasi virus influenza dan HIV selama bertahun-tahun, memperingatkan bahwa hasil mutasi SARS-CoV-2 di masa depan tetap tidak diketahui. Dan, upaya terbaik untuk menghindari perubahan yang bisa membuat virus kebal terhadap vaksin adalah membatasi penyebarannya serta mengurangi peluang yang dimilikinya untuk bermutasi.

Baca Juga: Selain Pfizer, ada 10 perusahaan ajukan persetujuan darurat vaksin corona ke WHO

“Jika virus berubah secara substansial, terutama protein lonjakan, maka virus mungkin lolos dari vaksin. Kami ingin memperlambat transmisi secara global untuk memperlambat waktu," kata Catherine Bennet, epidemiologi di Deakin University, Melbourne.

Pernyataan Bennet itu berarti kita tidak bisa serta merta lengah dalam menerapkan protokol kesehatan, kendati vaksinasi sudah di depan mata. Agar virus tidak leluasa bergerak, kita masih harus disiplin melakukan 3M alias menggunakan masker, menjaga jarak dan menjauhi kerumunan, serta mencuci tangan dengan sabun.

#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #jagajarakhindarikerumunan #cucitangan #cucitanganpakaisabun

Selanjutnya: Kasus Covid-19 melonjak, harga minyak Brent gagal bertahan di atas US$ 50 per barel

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×