kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,14   10,84   1.19%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Hati-hati, mainan anak ini dicurigai beracun!


Rabu, 31 Agustus 2016 / 16:29 WIB
Hati-hati, mainan anak ini dicurigai beracun!


Reporter: Ruisa Khoiriyah | Editor: Ruisa Khoiriyah

JAKARTA. Ini peringatan bagi para orangtua yang gemar membelikan hadiah mainan untuk anak-anak mereka. Beberapa mainan pelatih kecerdasan otak seperti mainan berbentuk kubus Rubik yang dipasarkan di banyak negara, kemungkinan besar mengandung bahan kimia beracun. Bahan kimia beracun itu berisiko merusak sistem saraf pusat dan mengurangi kapasitas intelektual anak-anak.

BaliFokus, lembaga nonpemerintah yang bergerak di bidang advokasi penanganan bahan kimia dan limbah, mengungkap hasil observasi tersebut pada pada Scientific Conference on Persistent Organic Pollutants (POPs), konferensi ilmiah tentang polutan organik yang persisten, yang berlangsung di Firenze, Italia, pekan ini.

Dalam siaran pers yang diterima oleh KONTAN, Rabu (31/8), BaliFokus menjelaskan, penelitian tersebut dilakukan oleh IPEN, jaringan masyarakat sipil global yang mempromosikan kebijakan dan praktik kimia yang aman, bersama dengan Arnika, organisasi lingkungan di Republik Ceko. Hasil penelitian itu menunjukkan, sampel mainan berbentuk kubus seperti Rubik dari 16 negara, termasuk Indonesia, mengandung kimia polybrominated diphenyl ethers (PBDEs) yang disebut OctaBDE dan atau DecaBDE.

Kedua zat kimia tersebut adalah kimiawi brominated flame retardant yang banyak digunakan pada casing atau selubung plastik produk elektronik. Zat kimia tersebut jamak diketahui dapat mengganggu sistem hormon dan bisa berdampak negatif pada perkembangan sistem saraf dan kecerdasan anak. Tiga dari 17 sampel mainan kubus Rubik yang dibeli BaliFokus dari pengecer mainan di Jakarta dan Bali yang dikirim ke Republik Ceko, dianalisis di laboratorium, ternyata mengandung kadar OctaBDE dan atau DecaBDE dengan jumlah signifikan.

Sampel yang diuji dari Indonesia berada dalam konsentrasi PBDEs rata-rata di antara 47 sampel dari 16 negara, termasuk sampel yang berasal Uni Eropa, negara-negara Eropa Timur dan Asia Tenggara. Ada 41 sampel mainan kubus dan enam sampel tambahan yakni thermo cup, jepit rambut, hand band, skateboard jari, mainan robot dan tongkat hoki. Sebanyak 40 sampel atau 85% mngandung OctaBDE pada konsentrasi berkisar 1-108 bagian per juta (ppm). Sedangkan 42 sampel atau 89% mengandung DecaBDE, bahan kimia beracun yang biasa ditemukan dalam limbah elektronik, antara 1 sampai dengan 293 ppm.

OctaBDE sudah dilarang dalam Konvensi Stockholm. Konvensi ini berisi tentang polutan organik yang persisten dan merupakan perjanjian kimia internasional. Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut pada tahun 2009. Sementara DecaBDE diharapkan akan dilarang pada pertemuan POPs Review Committee pada bulan September 2016.

“Mainan puzzle mirip dengan kubus Rubik seharusnya menambah kecerdasan anak, namun keberadaan brominated flame retardant dari daur ulang sampah elektronik (e-waste) menciptakan dampak yang berlawanan pada anak-anak yang bermain dengan rubik tersebut,” ujar Jitka Strakova, Koordinator survei dari Arnika.

Daur ulang sampah elektronik, menurut Jitka, memang bisa menghemat  sumber daya dan energi, tetapi harus dilakukan dengan cara benar dan baik agar tidak mengembalikan zat kimia berbahaya kembali ke alur perdagangan. Di mana hal itu malah bisa mengancam kesehatan manusia dan lingkungan.

Sonia Buftheim, Toxics Program Officer BaliFokus, menambahkan, temuan bahan berbahaya dalam mainan seperti Rubik boleh jadi adalah fenomena puncak dari gunung es. Mengingat peraturan keamanan bahan kimia di Indonesia dan beberapa negara berkembang belum memadai, ada kemungkinan zat-zat beracun didaur ulang menjadi berbagai produk yang tidak disadari dan tidak diketahui oleh konsumen.

Maka itu, menurut Sonia, para pembuat kebijakan perlu menetapkan bahwa tidak ada pengecualian untuk daur ulang polutan organik yang persisten seperti OctaBDE dan DecaBDE. Daur ulang yang kotor ini sering terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, menyebarkan racun di fasilitas tempat daur ulang, di rumah konsumen dan dalam tubuh makhluk hidup.

Tahun 2009, PentaBDE dan OctaBDE telah masuk dalam daftar kimia yang disepakati untuk dieliminasi secara global dalam Konvensi Stockholm namun perjanjian tersebut masih memungkinkan daur-ulang material yang mengandung bahan kimia beracun tersebut hingga tahun 2030. "Selama kita mengizinkan pengecualian bahan yang didaur-ulang, kita tidak akan dapat mengontrol aliran flame retardants yang berbahaya ini," imbuh Joe DiGangi, Penasihat Senior IPEN di bidang Sains dan Teknis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×