Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
Angka kelaparan pada balita itu, lanjut Hendro, diperparah dengan adanya pandemi Covid-19, kemiskinan yang bertambah, angka pengangguran, dan tingkat pendidikan yang rendah.
Baca Juga: Atasi stunting, Ma'ruf Amin minta ego sektoral dihilangkan
Keluarga dan anak-anak yang jatuh miskin dalam waktu singkat akan mengalami dampak berat dalam hal keamanan pangan rumah tangga dan keterbatasan terkait akses, ketersediaan, dan keterjangkauan bahan makanan sehat.
Sebelum pandemi Covid-19, Indonesia memiliki 7 juta balita yang mengalami stunting. Kondisi ini menjadikan Indonesia sebagai negara kelima di dunia dengan balita stunting terbanyak (Riskesdas 2018).
Peluang generasi yang hilang dalam situasi pandemi Covid-19 semakin terbuka,seperti yang terjadi pada rentang 1997 dan 1998 saat terjadinya krisis ekonomi. Tentunya masalah ini harus mendapat perhatian dari berbagai pihak tak terkecuali peran media.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Tumbuh Kembang Anak KPPPA, Lenny N Rosalin mengungkapkan dalam hal tumbuh kembang anak, media juga berperan penting mengedukasi orang tua dan mengangkat isu pemenuhan hak anak atas pangan.
Baca Juga: Percepat penanganan stunting, pemerintah rancang perpres baru
“Mari kita bersinergi memerangi kelaparan balita, demi kepentingan terbaik bagi 80 juta anak Indonesia yang kita cintai. Mereka masa depan kita, mereka generasi penerus bangsa”, ungkap Lenny
Menurut Wartawan Kompas, Andreas Maryoto, media mempunyai peran menjadi motor untuk mengajak masyarakat memerangi kelaparan pada balita.
“Media mempunyai peran penting dalam masyarakat, sebagai fungsi pendidikan, media harus secara aktif melakukan edukasi untuk mewujudkan Indonesia Merdeka dari rasa lapar,” jelas Maryoto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News