Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hingga saat ini, kasus Covid-19 di Indonesia masih terus melonjak. Data Satgas Covid-19 per Selasa,18 Mei 2021, total kasus Covid-19 di Tanah Air saat ini mencapai 1.748.230 kasus. Sementara, angka kematian akibat Covid-19 mencapai 48.477. Sejauh ini tercatat ada 87.514 kasus aktif Covid-19.
Kasus aktif ialah pasien yang masih terkonfirmasi positif virus corona, dan menjalani perawatan di rumah sakit atau isolasi mandiri. Meski penularan terus meluas dan orang-orang mulai menunjukkan gejala, tetapi masih banyak pihak yang tidak mau memeriksakan diri.
Orang-orang takut jika dinyatakan positif Covid-19, ruang geraknya dibatasi atau mendapat stigma dari masyarakat.
Berikut ini beberapa twit tentang takut periksa meski bergejala:
Mengapa lebih baik periksa saat bergejala Covid-19?
Epidemiolog Universitas Griffith Dicky Budiman mengungkapkan menurut proyeksinya saat ini masyarakat Indonesia yang terinfeksi mencapai lebih dari 80% dan mereka memilih untuk mengobati secara mandiri di rumah.
"Lebih dari 80% sekarang proyeksinya, mengobati sendiri di rumah," ujar Dicky pada Kompas.com, baru-baru ini.
Baca Juga: Banyak anak yang terinfeksi Covid-19 tanpa demam, simak penjelasannya
Padahal, menurutnya masyarakat perlu memeriksakan diri ke dokter karena Covid-19 bukanlah penyakit yang bisa dianggap remeh.
"Bahkan yang tidak bergejala pun bisa mengalami kerusakan organ minimal paru dan jantung pada 50%-nya," ungkapnya.
Selain itu, kata Dicky, ada potensi penurunan kualitas jangka panjang. Lalu ada juga efek jangka panjang lainnya yaitu long Covid-19.
Baca Juga: Kasus Covid-19 Indonesia lebih baik dibanding global, jangan lengah tetap 5M
"Nah ini kenapa perlu deteksi dini, karena ini masalah kualitas manusia ke depan," tutur Dicky.
Dihubungi terpisah, epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) Windhu Purnomo menjelaskan peran aktif dari kedua belah pihak dibutuhkan, tak hanya dari masyarakat yang mau diperiksa.
"Sebetulnya, kedua pihak harus sama aktifnya," kata Windhu pada Kompas.com, Kamis (6/5/2021).
Dia mengatakan semua orang yang merasa punya gejala harus datang ke tempat pelayanan kesehatan (dokter, puskesmas, RS, dan lain-lain) untuk didiagnosis (dilakukan testing PCR).
Bila positif selanjutnya diisolasi (agar tidak menjadi penular) dan dirawat bila mempunyai gejala sedang sampai critical agar sembuh dan tidak mati.
Baca Juga: Waspada! Studi terbaru: Covid-19 bisa sebabkan disfungsi ereksi
Selain itu, kata Windhu, provider kesehatan (termasuk pemerintah) harus melakukan penyelidikan epidemiologi dengan contact tracing yang massif agar menemukan suspect yang semuanya harus ditest PCR juga.
"Pemerintah harus proaktif secara massif melakukan case finding (penemuan kasus) dengan tracing dan testing yang robust, sehingga meski pun masyarakatnya malas atau takut periksa tetap bakal terjaring," ujar Windhu.
Dia mengungkapkan tracing dan PCR testing melemah saat ini dan sudah jarang mencapai jumlah minimum mingguan yang ditetapkan oleh WHO.
"Kalau ditambahkan dengan RDT Antigen memang bisa mencapai batas minimum, tetapi RDT Antigen bukan gold standard diagnosis, hanya sebagai alat screening," imbuhnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bergejala Covid-19 tapi Takut Periksa? Simak Penjelasan Epidemiolog"
Penulis : Nur Fitriatus Shalihah
Editor : Sari Hardiyanto
Selanjutnya: Mengenal Beaus Line, efek infeksi virus corona yang muncul di kuku
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News