Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Dihubungi terpisah, epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) Windhu Purnomo menjelaskan peran aktif dari kedua belah pihak dibutuhkan, tak hanya dari masyarakat yang mau diperiksa.
"Sebetulnya, kedua pihak harus sama aktifnya," kata Windhu pada Kompas.com, Kamis (6/5/2021).
Dia mengatakan semua orang yang merasa punya gejala harus datang ke tempat pelayanan kesehatan (dokter, puskesmas, RS, dan lain-lain) untuk didiagnosis (dilakukan testing PCR).
Bila positif selanjutnya diisolasi (agar tidak menjadi penular) dan dirawat bila mempunyai gejala sedang sampai critical agar sembuh dan tidak mati.
Baca Juga: Waspada! Studi terbaru: Covid-19 bisa sebabkan disfungsi ereksi
Selain itu, kata Windhu, provider kesehatan (termasuk pemerintah) harus melakukan penyelidikan epidemiologi dengan contact tracing yang massif agar menemukan suspect yang semuanya harus ditest PCR juga.
"Pemerintah harus proaktif secara massif melakukan case finding (penemuan kasus) dengan tracing dan testing yang robust, sehingga meski pun masyarakatnya malas atau takut periksa tetap bakal terjaring," ujar Windhu.
Dia mengungkapkan tracing dan PCR testing melemah saat ini dan sudah jarang mencapai jumlah minimum mingguan yang ditetapkan oleh WHO.
"Kalau ditambahkan dengan RDT Antigen memang bisa mencapai batas minimum, tetapi RDT Antigen bukan gold standard diagnosis, hanya sebagai alat screening," imbuhnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bergejala Covid-19 tapi Takut Periksa? Simak Penjelasan Epidemiolog"
Penulis : Nur Fitriatus Shalihah
Editor : Sari Hardiyanto
Selanjutnya: Mengenal Beaus Line, efek infeksi virus corona yang muncul di kuku
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News