kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Bergejala Covid-19 tapi takut periksa? Coba simak kata epidemiolog


Rabu, 19 Mei 2021 / 11:31 WIB
Bergejala Covid-19 tapi takut periksa? Coba simak kata epidemiolog
ILUSTRASI. Orang-orang takut jika dinyatakan positif Covid-19, ruang geraknya dibatasi atau mendapat stigma dari masyarakat. KONTAN/Baihaki/10/02/2021


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

Dihubungi terpisah, epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) Windhu Purnomo menjelaskan peran aktif dari kedua belah pihak dibutuhkan, tak hanya dari masyarakat yang mau diperiksa. 

"Sebetulnya, kedua pihak harus sama aktifnya," kata Windhu pada Kompas.com, Kamis (6/5/2021). 

Dia mengatakan semua orang yang merasa punya gejala harus datang ke tempat pelayanan kesehatan (dokter, puskesmas, RS, dan lain-lain) untuk didiagnosis (dilakukan testing PCR). 

Bila positif selanjutnya diisolasi (agar tidak menjadi penular) dan dirawat bila mempunyai gejala sedang sampai critical agar sembuh dan tidak mati. 

Baca Juga: Waspada! Studi terbaru: Covid-19 bisa sebabkan disfungsi ereksi

Selain itu, kata Windhu, provider kesehatan (termasuk pemerintah) harus melakukan penyelidikan epidemiologi dengan contact tracing yang massif agar menemukan suspect yang semuanya harus ditest PCR juga. 

"Pemerintah harus proaktif secara massif melakukan case finding (penemuan kasus) dengan tracing dan testing yang robust, sehingga meski pun masyarakatnya malas atau takut periksa tetap bakal terjaring," ujar Windhu. 

Dia mengungkapkan tracing dan PCR testing melemah saat ini dan sudah jarang mencapai jumlah minimum mingguan yang ditetapkan oleh WHO. 

"Kalau ditambahkan dengan RDT Antigen memang bisa mencapai batas minimum, tetapi RDT Antigen bukan gold standard diagnosis, hanya sebagai alat screening," imbuhnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bergejala Covid-19 tapi Takut Periksa? Simak Penjelasan Epidemiolog"
Penulis : Nur Fitriatus Shalihah
Editor : Sari Hardiyanto

Selanjutnya: Mengenal Beaus Line, efek infeksi virus corona yang muncul di kuku

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×