Reporter: Vina Elvira | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Selama pandemi Covid-19, sebagian besar negara menganjurkan warganya menggunakan masker sebagai salah satu upaya untuk melindungi diri dari paparan covid-19. Karena kepraktisannya, masker sekali pakai (disposable) kerap dipilih masyarakat untuk digunakan saat beraktivitas di luar rumah.
Tak ayal, pemakaian masker sekali pakai dalam jumlah besar menjadi tak terhindarkan di seluruh dunia. Sebuah penelitian mengungkap, sekitar 129 miliar masker digunakan secara global setiap bulan atau sekitar 2,8 juta lembar per menit.
Di Jakarta, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pernah mengungkap bahwa sampah masker bekas dari rumah tangga telah mencapai 1,5 ton per Desember 2020. Hal ini memunculkan kekhawatiran semakin menimbunnya sampah, karena masker disposable umumnya berbahan plastik mikrofiber yang sulit terurai dengan sendirinya di alam.
Baca Juga: 10 Manfaat madu untuk kesehatan yang sudah terbukti
Melihat potensi ancaman lingkungan tersebut, Direktur Teknis & Business Development dari JITO, Mara Osca Herdiana, mengatakan saat ini pihaknya telah merancang dan akan segera merilis masker sekali pakai ramah lingkungan (biodegradable). Masker sekali pakai jenis baru ini,, memakan waktu lebih cepat untuk terurai di alam dibanding dengan masker disposable pada umumnya.
“Pada umumnya masker butuh waktu hingga 30 tahun untuk bisa terurai di alam, namun masker ini bisa terurai jauh lebih cepat, sehingga bisa dipastikan ramah lingkungan,” jelas Mara, dalam keterangannya hari ini.
Mara mengatakan, material masker ini sudah diuji oleh analytical laboratories berskala internasional berdasarkan Standard ASTM D5511. Pengujian dilakukan untuk menentukan apakah bahan-bahan tersebut dapat terurai secara alami dengan cepat atau tidak.
Bahan yang diujikan di laboratorium Intertek tersebut adalah material spunbond polypropylene yang menjadi material utama dalam memproduksi masker. Dengan treatment dan development khusus, material spunbond polypropylene diolah sehingga dapat bersifat mudah terurai (biodegradable).
Dari hasil uji laboratorium, terbukti bahwa dalam kurun 45 hari material tersebut berhasil terurai sebesar 8%. Sementara itu, untuk mendapatkan hasil terurai hingga 100% dibutuhkan waktu selama 562,5 hari atau 1,5 tahun.
“Saat ini kita juga sedang mengembangkan material filter untuk masker berkonsep biodegradable, menggunakan material yang bersifat natural bacteriostatic dan antimicrobial untuk meningkatkan kemampuan filtrasi masker,” terang Mara.
Masker ramah lingkungan ini, lanjut Mara, memiliki kemampuan proteksi seperti masker medis. Meski sama-sama berbahan baku polypropylene, masker ini mampu terurai dengan cepat di alam karena telah melalui treatment dan development secara khusus. “Masker ramah lingkungan ini akan ada baik untuk jenis masker 3 lapis maupun masker KN95,” papar Mara.
Mara mengatakan, upaya memproduksi masker ramah lingkungan ini merupakan satu bentuk ikhtiar JITO untuk ikut berpartisipasi dalam mendukung program pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals/SDGs). Ia berharap, ke depannya hal ini dapat menjadi inspirasi bagi pelaku usaha di industri yang sama untuk juga dapat memproduksi inovasi yang serupa.
“Kepedulian terhadap lingkungan merupakan bentuk dukungan kita kepada program pemerintah dalam menghambat laju penyebaran covid-19 melalui gerakan memakai masker dan juga gerakan pelestarian lingkungan dan waste-management system dalam satu tarikan napas,” pungkasnya.
Selanjutnya: Aksi korporasi akan mendorong saham Saratoga (SRTG) makin atraktif
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News