Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Strategi pemerintah dalam mengurangi prevalensi merokok di Indonesia perlu dievaluasi karena hingga saat ini jumlah perokok tak juga mengalami penurunan yang signifikan.
Pemerintah disarankan untuk menerapkan strategi komunikasi tersegmentasi yang efektif dan memaksimalkan penggunaan produk tembakau alternatif sebagai solusi.
Guru Besar Universitas Sahid Jakarta, Profesor Kholil, yang menjadi pembicara dalam 6th Global Public Health 2021, menyampaikan pemerintah Indonesia sudah melakukan berbagai cara demi menurunkan angka perokok yang telah mencapai 65 juta jiwa.
Salah satu caranya dengan menerapkan kebijakan gambar peringatan kesehatan (graphic health warning) pada bungkus rokok. Namun, diperlukan komunikasi yang lebih komprehensif dan tersegmentasi untuk menyampaikan mengenai bahaya merokok berikut solusinya.
“Dari perspektif komunikasi, kami melihat ada sesuatu yang perlu diperbaiki. Dari anak SD sampai seseorang yang pendidikan S3 atau profesor, narasinya masih sama melalui gambar-gambar yang menakutkan,” ujar Kholil seperti dikutip, Minggu (24/10/2021).
Baca Juga: Begini tanggapan Gappri soal tarif cukai rokok yang berpotensi naik 25% tahun depan
Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan terhadap 930 responden yang melibatkan sejumlah akademisi, dokter, tenaga kerja kesehatan, perokok dan pengguna produk tembakau alternatif, Kholil menjelaskan pemerintah seharusnya menerapkan strategi komunikasi komprehensif yang ditujukan untuk sosialisasi.
“Itu harus berbeda-beda, mulai dari komunikator hingga cara penyampaian pesan. Jadi komunikasi berdasarkan kondisi objektif yang dihadapi,” ungkapnya.
Pemerintah bisa berkolaborasi dengan figur publik dalam menyampaikan informasi mengenai bahaya merokok.
Saluran komunikasinya pun juga disesuaikan, seperti media sosial. Selain itu, Kholil melanjutkan komunikator lainnya yang efektif adalah para tenaga medis, seperti dokter yang dapat disampaikan melalui kanal yang beragam, termasuk pesan singkat.
Pasalnya, berdasarkan implementasi di seluruh dunia termasuk Indonesia, peringatan kesehatan dengan gambar menakutkan terbukti tidak efektif mengurangi angka perokok.
Selain mengedepankan strategi komunikasi yang tersegmentasi, Kholil juga menyarankan pemerintah untuk dapat memaksimalkan penggunaan produk tembakau alternatif.
Baca Juga: Rencana kenaikan cukai rokok diramal bisa tingkatkan peredaran rokok ilegal
Banyak hasil kajian independen dari dalam maupun luar negeri yang menunjukkan bahwa produk ini memiliki potensi risiko yang lebih rendah daripada rokok. Hanya saja, informasi mengenai produk ini belum terdistribusi secara masif dan akurat kepada publik.
Pemerintah, kata Kholil, dapat memberikan edukasi mengenai produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan, rokok elektrik, maupun snus, kepada publik. Penyampaian informasi tersebut juga harus dilengkapi dengan hasil kajian-kajian ilmiah.
“Masyarakat harus diedukasi dengan baik, dari segi konsekuensinya yang dihadapi termasuk produk alternatif yang bisa menurunkan risiko. (Komunikasi) itu harus didukung data empiris,” tutup Kholil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News