kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45894,04   -3,98   -0.44%
  • EMAS1.308.000 -0,76%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

7 Mitos seputar vaksin: Pro-kontra halal dan haram vaksin hanya terjadi di Indonesia


Selasa, 13 Oktober 2020 / 06:26 WIB
7 Mitos seputar vaksin: Pro-kontra halal dan haram vaksin hanya terjadi di Indonesia
ILUSTRASI. Sejumlah mitos yang beredar menyebabkan masyarakat takut dan enggan untuk melakukan vaksinasi. REUTERS/Siphiwe Sibeko


Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

Windhi menegaskan, vaksin yang sudah diproduksi massal harus memenuhi syarat utama: aman, efektif, stabil, dan efisien dari segi biaya. Artinya panjang prosesnya. 

"Setelah dinyatakan aman, dipakai oleh masyarakat luas di bawah monitoring. Kalau negara kita di bawah BPOM.  Karena satu saja ada temuan efek samping yang tidak diinginkan itu bisa ditarik dan biasanya itu ketahuan di fase awal," ujar Windhi.

Baca Juga: WHO serukan 4 prioritas hadapi lonjakan corona, vaksin tidak termasuk!

4. Mitos: vaksin sebabkan autisme

Windhi memastikan bahwa tidak ada kaitannya antara kandungan vaksin terhadap autisme pada anak. Hal ini sudah terbukti pada penelitian mendalam dan panjang, bahkan hingga lebih dari 10 tahun. Thimerosal merupakan salah satu kandungan vaksin yang sempat dituduh memicu autisme pada anak. Thimerosal ini berfungsi sebagai pengawet vaksin.

Amerika Serikat pernah menghapuskan kandungan thimerosal pada tahun 1999 karena takut bahwa kandungannya bisa memicu autisme. Tapi faktanya, setelah thimerosal dihapuskan, angka autisme di Amerika Serikat tidak turun. "Angka autis malah naik. Artinya tidak ada hubungan antara autis dengan thimerosal," kata Windhi.

Baca Juga: WHO: Kita tidak bisa hanya tunggu vaksin, harus selamatkan nyawa dengan alat yang ada

Peneliti juga melihat kadar thimerosal pada tubuh anak autis dan anak non autis. Hasilnya, tidak ada perbedaan di antara keduanya. Hal ini semakin menguatkan bahwa thimerosal tidak menyebabkan autisme, melainkan genetika. "Jadi jangan termakan hoaks dengan thimerosal penyebab autisme. Banyak sekali penelitiannya dan mudah sekali mencarinya di internet," kata Windhi.

5. Mitos: Vaksin mengandung sel janin aborsi

Windhi pun membantah hal ini. Ia menjelaskan, virus memang perlu inang berupa sel hidup untuk bisa bertahan dan berkembang biak. Misalnya, virus campak, rubella, polio, bahkan SARS Cov-2 memerlukan inang berupa sel hidup.

Dalam pembuatan vaksin, virus memang akan menginfeksi sel hidup itu dan diproduksi berulang-ulang selama bertahun-tahun dengan meninggalkan sel awal. Sedangkan yang diambil sebagai komponen vaksin adalah bagian dari virus atau virusnya tersendiri.

"Jadi, kalau ada yang bilang ada sel janin yang digunakan, itu terjadi pada tahun 1960-an, di mana digunakan secara legal untuk membuat vaksin dan itu sekali saja proses yang terjadi. Lantas apakah dalam vaksin ada sel janin? Jawabannya, hanya ada hasil produknya, yakni berupa virusnya saja," kata Windhi.




TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×