kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

7 Mitos seputar vaksin: Pro-kontra halal dan haram vaksin hanya terjadi di Indonesia


Selasa, 13 Oktober 2020 / 06:26 WIB
7 Mitos seputar vaksin: Pro-kontra halal dan haram vaksin hanya terjadi di Indonesia
ILUSTRASI. Sejumlah mitos yang beredar menyebabkan masyarakat takut dan enggan untuk melakukan vaksinasi. REUTERS/Siphiwe Sibeko


Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah mitos tentang vaksin beredar di tengah masyarakat. Mitos ini yang menyebabkan masyarakat takut dan enggan untuk melakukan vaksinasi. Padahal, vaksinasi merupakan salah satu cara ampuh memutus mata rantai penularan penyakit, termasuk Covid-19.

Melansir situs resmi Satgas Penanganan Covid-19, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga mengamini bahwa satu  dari sepuluh ancaman kesehatan global adalah keraguan orang atas vaksin.

Menanggapi hal tersebut, Windhi Kresnawati, dokter spesialis anak dari Yayasan Orangtua Peduli menyebutkan beredarnya mitos memang menjadi hambatan program vaksinasi sejak dulu. Hal itu diungkapkannya dalam Webinar Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Senin (12/10) yang mengangkat Cek Fakta Seputar Mitos Vaksin.

Berikut adalah 7 mitos tentang vaksin yang beredar di masyarakat dan penjelasannya:

1. Mitos: Penyakit infeksi bisa dihindari dengan gaya hidup sehat saja

Windhi tak menampik pola hidup sehat adalah kebiasaan baik. Namun ia mengingatkan, cara ini belum cukup ampuh untuk mencegah infeksi penyakit tertentu. "Fakta soal anggapan ini bisa kita lihat di Amerika Serikat. Saat ditemukan vaksin campak di AS pada 1963, penyakit ini berangsur-angsur hilang. Bahkan pada 1974, pemerintah AS menyatakan bahwa mereka bebas campak," jelas Windhi. 

Baca Juga: 30 juta vaksin corona tiba di Indonesia pada akhir tahun 2020

Yang perlu digarisbawahi, pola dan gaya hidup warga AS sejak tahun 1963 hingga 1974 tidak ada perubahan. Artinya, peran terbesar atas hilangnya campak di AS adalah imunisasi atau vaksinasi. Bukan semata-mata gaya hidup yang sehat.

Kondisi ini mulai berubah saat di AS mulai muncul sekte atau kelompok masyarakat yang meragukan vaksin MMR (campak, beguk, rubella). Lalu diikuti dengan semakin banyak orang ragu terhadap peran vaksin campak. "Akibatnya, tahun 2018 Amerika Serikat kembali mengalami wabah campak. Ini disebabkan banyak pendatang dari negara lain yang tidak vaksin dan refuse vaksinasi tinggi," ujar Windhi.

2. Mitos: anak yang diimunisasi tetap saja sakit

Windhi menjelaskan, seseorang yang sudah mendapatkan vaksi bila akhirnya mengalami sakit, namun tingkat keparahan yang dialami pasien imunisasi sangat ringan. Anak-anak yang diimunisasi, bila sakit, akan terhindar dari kecacatan dan kematian.

Baca Juga: Vaksin corona tersedia di Indonesia bulan depan, ini penjelasan ahli

"Dan jangan lupa, kalau Anda tidak diimunisasi dan Anda tidak sakit, berterimakasihlah kepada orang yang diimunisasi. Karena itulah herd immunity. Ketika kita berada di tengah orang-orang yang sehat, kita tidak terjangkit penyakit," ujar Windhi.




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×