kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sari sehatkan pekerja pasar lewat deteksi penyakit seks


Jumat, 22 Oktober 2010 / 11:21 WIB
Sari sehatkan pekerja pasar lewat deteksi penyakit seks
ILUSTRASI. EXXONMOBIL


Reporter: Raymond Reynaldi | Editor: Tri Adi

Kesehatan seksual dan reproduktif (kespro) sangat penting dijaga oleh semua orang, baik perempuan maupun laki-laki. Namun, tak semua orang mempunyai akses layanan ini lantaran keterbatasan dana. Untungnya, masih ada orang yang peduli terhadap kualitas kespro yang bisa mengancam jiwa tersebut. Dia adalah Luh Putu Upadisari di Bali.

Penyakit seksual dan reproduksi, seperti kanker serviks atau kanker leher rahim, kini menduduki peringkat pertama dalam daftar penyakit yang paling sering menyerang kaum perempuan. Data menunjukkan saban tahun ada sekitar 200.000 kasus baru penyakit ini di Indonesia.

Berdasarkan data organisasi kesehatan dunia (WHO), perempuan yang terdiagnosis kanker leher rahim mencapai sekitar 500.000 jiwa setiap tahun, dan 80% perempuan tersebut tinggal di negara-negara berkembang.

Kondisi ini juga terjadi di Provinsi Bali. Meski merupakan daerah tujuan wisata utama di Indonesia, namun akses layanan kesehatan seksual dan reproduktif (kespro) di Pulau Dewata masih terbelenggu oleh ketidakmampuan ekonomi masyarakatnya.

Inilah yang mengusik kepedulian Luh Putu Upadisari. Idealisme untuk menciptakan layanan kesehatan, terutama kesehatan reproduksi, yang bisa dinikmati setiap orang, menjadi impiannya. Rasa kepedulian terhadap lingkungan sekitar juga mendorong Sari, sapaan akrab Luh Putu Upadisari, membuka klinik kespro di Pasar Badung, Denpasar.

Pada tahun 2004, Sari mewujudkan impiannya dengan membuka klinik kespro Yayasan Rama Sesana (YRS). Sebelumnya, dia memang terkenal sebagai aktivis bersama YRS.

Sari berharap, kliniknya mampu memberi pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual bagi pedagang perempuan di pasar tradisional itu. Tentu saja dengan harga yang terjangkau.

Sesuai dengan namanya, klinik yang mempekerjakan sembilan tenaga medis ini memberikan layanan deteksi dini penyakit seksual dan reproduksi. Antara lain, pendeteksian kanker payudara, HIV/AIDS, dan paps mear atau pemeriksaan gejala kanker leher rahim. Untuk mendukung operasionalnya, klinik ini dilengkapi peralatan pendeteksi kanker payudara serta paps mear. Termasuk satu laboratorium, lengkap dengan peralatan.

Sari bercerita, tidak seluruh peralatan klinik dibelinya sendiri. Ia beruntung, banyak orang yang tergerak hatinya lalu memberikan sumbangan untuk mendukung perjuangan yang dia lakukan. Ini membuktikan, lanjut dia, meningkatnya tingkat kepedulian terhadap hidup sehat.

Apalagi, klinik kesehatan ini bertujuan membantu para perempuan di pasar yang selama ini tak tersentuh akses kesehatan yang layak. Selain melayani kesehatan reproduksi, klinik ini juga memberikan informasi mengenai penyakit seksual dan reproduksi bagi para perempuan. Informasi yang diberikan antara lain, tentang penggunaan alat kontrasepsi serta pengetahuan praktik seks yang aman bagi para pedagang dan pasangannya.

Harapannya, pendekatan yang intensif ini bisa memberikan pelayanan kesehatan yang murah sekaligus pengertian kepada pedagang dan pekerja di Pasar Badung. Sehingga, mereka lebih peduli dengan alat reproduksi mereka.

"Pasar tradisional menjadi tempat yang efektif untuk memberikan edukasi bahaya penyakit seksual," kata Sari. Apalagi mayoritas penghuni pasar adalah perempuan, baik pedagang, pekerja, maupun pembeli.

Sari berharap, dengan pengetahuan yang cukup, para penghuni pasar Badung dapat menentukan sendiri tindakan medis untuk menjaga kualitas kesehatan mereka.

Dia juga mendidik pedagang untuk menjadi penyuluh. Sehingga mereka mampu menyebarkan pengetahuan dan membagi pengalamannya ke komunitas sendiri. "Yang masih aktif hingga saat ini sekitar 12 orang peer (penyuluh sukarela)," katanya.

Upaya Sari mendapat apresiasi dari Pemerintah Kota Denpasar. Pemerintah menganggap klinik yang dia rintis bisa memberikan nilai tambah bagi masyarakat dan pasar.

Atas dasar itu, PD Pasar Badung menetapkan klinik kespro YRS menjadi fasilitas umum. Dengan status itu, seluruh penyewa kios dan pelanggan pasar bisa mendapatkan pelayanan. Alhasil, pasien yang datang semakin banyak.

Saat ini jumlah pasien yang tercatat di sistem administrasi klinik kespro YRS sebanyak 6.000 orang, terdiri dari pasien perempuan dan laki-laki.

Sari mengakui, secara komersial bisnis pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi ini menggiurkan. Dengan penduduk Indonesia yang jumlahnya mencapai 237 juta jiwa, tentu peluang meraup untung dari bisnis ini sangat besar. "Tetapi kembali lagi, ketika sudah komersial tentu masyarakat kecil akan terbentur masalah biaya," imbuh dia.

Berdasarkan pertimbangan itu, klinik kespro YRS tidak menetapkan biaya pelayanan kesehatan yang diberikan kepada setiap pasiennya. Apalagi, tujuan klinik ini adalah untuk kepentingan sosial. "Semuanya sukarela. Kalau ditetapkan biayanya, kami mungkin bisa meraup untung ratusan juta rupiah," tutur Sari, yang terpilih sebagai anggota Fellow Social Entrepreneur Ashoka Indonesia pada tahun 2009.

Karena bersifat sosial, Sari hanya berharap ada uluran bantuan baik materi maupun finansial dari para dermawan. Bantuan sangat dibutuhkan agar operasional klinik tetap berjalan dengan baik.

Makanya, sampai saat ini Sari terus menjalin kerja sama dengan ikatan dokter di Bali. Terutama sebagai narasumber penyuluhan. YRS saat ini juga mendapat sokongan dana dari Annika Linden Foundation (ALF) dan Yayasan Kemanusiaan Ibu Pertiwi (YKIP).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×