Sumber: Kompas.com | Editor: Adi Wikanto
Obat TBC di luar paru-paru seperti di kelenjar, tulang, usus, otak, sampai ginjal umumnya sama dengan obat untuk mengobati TBC paru. Pengobatan TBC di luar paru juga memerlukan obat kombinasi antibiotik untuk TBC paru.
Bedanya, untuk pengidap TBC otak atau jantung biasanya dokter meresepkan obat tambahan berupa kortikosteroid seperti prednisolon. Obat tambahan TBC tersebut diberikan selama beberapa minggu untuk diminum bersamaan dengan antibiotik.
Obat tambahan TBC ini berguna untuk membantu mengurangi pembengkakan di area yang terkena. Seperti halnya TBC paru, penderita juga wajib minum obat TBC persis seperti yang diresepkan dan menyelesaikan seluruh pengobatan.
Pemberian obat TBC di luar paru biasanya antara enam sampai sembilan bulan.
- TBC resisten obat
TBC resisten obat artinya salah satu obat TBC tidak mempan melawan kuman biang penyakit di tubuh penderitanya. TBC resisten lebih dari satu jenis obat bisa sangat berbahaya, karena untuk melawan kuman biang penyakit bisa butuh waktu sampai 30 bulan.
Melansir Mayo Clinic, pengobatan untuk TBC resisten obat memerlukan kombinasi obat antibiotik yang disebut fluoroquinolones dan obat suntik seperti amikacin atau capreomycin (Capastat). Selain itu, untuk terapi tambahan obat TBC pada kasus resisten obat, dokter juga meresepkan Bedaquiline (Sirturo) dan Linezolid (Zyvox).
- Obat TBC laten
TBC laten adalah kondisi saat penderita terinfeksi bakteri penyebab TBC tapi tidak memiliki gejala infeksi aktif. Melansir laman resmi American Lung Association, penderita TBC laten tetap perlu minum obat untuk pencegahan penyakit.
Pengobatan TBC ini bertujuan membunuh kuman penyebab TBC sampai tuntas. Obat TBC laten yang biasa diresepkan yakni kombinasi rifampisin dan isoniazid yang diminum selama tiga bulan, atau isoniazid selama enam bulan.
Dokter biasanya merekomendasikan terapi lain untuk penderita TBC laten di atas 65 tahun, memiliki gangguan sistem daya tahan tubuh, atau sedang menjalani kemoterapi.
Baca juga: TBC, penyakit pernapasan yang tak kalah mengerikan dari Covid-19