Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
Tidak seperti halnya vaksin lain yang pengembangannya perlu waktu bertahun-tahun, vaksin COVID-19 relatif singkat pengembangannya sekitar 12-18 bulan, karena telah mendapat izin dari para ilmuan dan regulator. Untuk mempersingkat pengujian, uji klinik fase I dan II dilakukan berbarengan namun tetap mengutamakan faktor keamanan.
Selain imunisasi penting untuk mencegah penyakit, kecacatan, hingga kematian, juga dapat mencegah penularan penyakit ke lingkungan sosial yang lebih luas lagi. Konsep inilah yang disebut herd immunity atau imunitas populasi, yakni saat sebagaian besar populasi di imunisasi. Besaran cakupannya tergantung kemampuan penularan virus atau bakteri. Makin cepat penularannya, makin membutuhkan cakupan yang besar.
“Jadi kalau banyak orang di sekeliling kita diimunisasi, yang tidak bisa mendapatkan imunisasi karena berbagai sebab seperti, ada penyakit, terlalu muda untuk diimunisasi, atau tidak mendapat akses ke vaksin, jadi ikut terproteksi,” ujar dr. Cissy Rachiana.
Untuk Covid-19 diperkirakan kecepatan penularannya atau Reproductive Number (Ro) mencapai 2 hingga 5 kali. Dengan daya penularan sebesar itu, imunisasi COVID-19 harus tercapai 60-70% dari populasi agar tercipta herd immunity.
“Saya mengharapkan semua masyarakat terutama media yang bisa memberikan edukasi, untuk mengedukasi masyarakat kita bahwa vaksin adalah cara paling efektif untuk menurunkan kesakitan, kematian dan juga kecacatan. Biayanya juga paling cost effective. Kita lakukan demi Indonesia, semoga anak-anak kita bisa sehat dengan imunisasi yang sesuai dengan ketentuan.” tutup dr. Cissy Rachiana.
Selanjutnya: Galva Technologies (GLVA) proyeksikan kinerjanya terangkat 12% pada 2021
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News