kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45930,47   2,12   0.23%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Konsep pengurangan bahaya tembakau dan regulasi dinilai bisa tekan prevalensi perokok


Kamis, 08 Juli 2021 / 14:32 WIB
Konsep pengurangan bahaya tembakau dan regulasi dinilai bisa tekan prevalensi perokok
ILUSTRASI. Sejumlah pengunjung merokok di ruangan merokok (smoking room)


Sumber: TribunNews.com | Editor: Yudho Winarto

“Jadi jangan sampai nanti sebenarnya sesuatu yang punya peluang untuk mengurangi prevalensi perokok, malah kemudian kehilangan manfaatnya karena tidak diatur,” jelasnya.

Untuk membentuk aturan tersebut, diperlukan kesepakatan terhadap konsep pengurangan bahaya tembakau oleh para pemangku kepentingan terkait.

Setelah kesepakatan terjadi, tahap berikutnya adalah diskusi terkait produk turunan atau produk tembakau alternatif yang digunakan.

Aturan terkait produk turunan ini harus meliputi standar baku produk, cara konsumsi, pihak yang boleh mengonsumsi, pemasaran, dan lain sebagainya.

“Dan jangan lupa bahwa ini juga tidak bisa digerakkan tanpa adanya kontrol sosial,” tegas Uki.

Baca Juga: Industri tembakau menantang, Bentoel (RMBA) berharap ada regulasi yang berimbang

Dalam kesempatan berbeda, Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Tribowo Tuahta Ginting menyebutkan bahwa kandungan zat berbahaya pada produk tembakau alternatif ini jauh lebih rendah daripada rokok lebih yang mencapai 7.000 senyawa kimia, namun bukan berarti produk tembakau alternatif ini bebas risiko sepenuhnya.

“Setiap produk perlu diperhatikan safety-nya, kalau ada perbedaan seperti itu, kembali ke masing-masing penggunanya. Kalau kita lihat mau lihat secara objektif, ya mesti dilihat dari hasil penelitiannya,” ujarnya. (Willem Jonata)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Bundling Konsep Pengurangan Bahaya Tembakau dan Regulasi Dinilai Bisa Tekan Prevalensi Perokok,

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×