kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.326.000 1,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ketua IDAI: Kesiapan pra-nikah bisa cegah stunting pada anak


Selasa, 29 Juni 2021 / 21:40 WIB
Ketua IDAI: Kesiapan pra-nikah bisa cegah stunting pada anak
ILUSTRASI. Warga menerima olahan makanan bergizi dari Motor Gizi Makanan Sarat Gizi (Mozi Masagi)


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Angka stunting di Indonesia masih menjadi perhatian pemerintah juga Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Pasalnya saat pandemi Covid-19 sebanyak kurang lebih 2 juta anak yang diperkirakan mengalami permasalahan gizi khususnya wasting di low and middle income countries (LMICs).

Ketua Satgas Stunting IDAI Hartono Gunardi mengatakan, persiapan pra nikah terhadap orang tua sangat penting dan bisa menegah stunting pada anak.

Alasannya jika proses pengasuhan anak tidak memadai, pemberian makan yang salah, kemiskinan, stress pada ibu dan pengasuh, juga kekerasan pada keluarga dan anak akan berpengaruh kepada kondisi anak ke depannya.

Baca Juga: Kepala BKKBN: Angka stunting naik akibat pandemi Covid-19

“Biasanya kepada sebagian ibu yang tidak siap secara psikologis dan minim ilmu akan mengalami stress dan depresi setelah melahirkan. Apalagi bila terjadi sesuatu terhadap anaknya seperti anaknya premature, kelainan mulut, maka akan membuat orang tua dan keluarga stress,” Hartono dalam diskusi Peran Keluarga dalam Penanggulangan Stunting, Selasa, (29/6).

Untuk itu, Hartono juga menganjurkan untuk para remaja agar diberi bekal pendidikan terkait tumbuh kembang anak dan persiapan kehamilan.

Hartono menjelaskan masih banyak anak yang setelah lulus SMA kemudian menikah, sehingga minim ilmu baik itu saat mengandung ataupun merawat anak. Sehingga pembekalan sebelum lulus SMA itu diperlukan untuk mempersiapkan pengetahuan remaja sebelum menikah.

Pasalnya Hartono mengatakan, 1000 hari pertama kehidupan adalah masa percepatan tumbuh kembang anak atau masa periode emas anak. Periode ini dimulai sejak terbenuknya janin hingga anak berusia 2 tahun.

Jika dalam periode 1000 hari anak mengalami kekurangan gizi atau terkena penyakit tertentu, maka jangka pendeknya adalah perkembangan otak anak tidak optimal, pertumbuhan fisik tidak optimal, juga perkembangan organ metabolic tidak akan optimal.

Sehingga dampaknya pada jangka panjang maka kemampuan kognitif anak akan menurun, akan terganggu pada proses belajar anak, kondisi tubuh akan menjadi pendek, hipertensi, diabetes, sakit jantung bahkan stroke.

“Untuk itu perlu di perhatikan karena akan mempengaruhi kualitas masa depan anak Indonesia. Kalau kita peduli tentunya akan memberikan yang terbaik untuk anak kita sendiri, dengan mencegah terjadinya stunting ketimbang menghadapi anak yang stunting karena sangat sulit penanganannya,” kata Hartono.

Baca Juga: Kematian tinggi, penanganan Covid belum berpihak pada anak

Hartono mengatakan pencegahan pertama stunting bisa dilakukan dengan, memberikan nutrisi ASI eksklusif 6 bulan dengan kualitas ASI yang bagus, memberikan makanan bergizi pada usia 6-23 bulan juga menimbang anak setiap bulannya.

Sehingga jika berat badan anak tidak naik dalam 2 bulan berturut-turut harus diintervensi sedini mungkin agar tidak mengidap stunting.

Selain itu harus ada identifikasi kepada anak yang salah pengasuhannya. “Banyak stunting yang justru terjadi pada anak setelah usia 6 bulan. Di mana pemberian makanan pendamping ASI tidak memadai jadi asupan protein berkualitasnya tidak diberikan. Sehingga anak mengalami perlambatan pertumbuhan,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×