kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45928,42   6,96   0.76%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kaum Muda Berisiko Tinggi Kena Penyakit Berbahaya, Kemenkes Minta Masukan


Jumat, 12 Mei 2023 / 21:02 WIB
Kaum Muda Berisiko Tinggi Kena Penyakit Berbahaya, Kemenkes Minta Masukan
ILUSTRASI. Petugas mengecek kadar gula dalam darah warga dalam layanan gratis diabetes


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

Peraturan BPOM No.31/2018 juga mewajibkan pencantuman pesan kesehatan pada pangan olahan, namun penerapannya masih sangat minim.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes menunjukkan prevalensi penyakit Kardiovaskular seperti hipertensi meningkat dari 25,8% (2013) menjadi 34,1% (2018), Diabetes Melitus (DM) meningkat dari 6,9% menjadi 8,5 % dimana prevalensi penyakit DM menurut diagnosa dokter meningkat dari 1,2% menjadi 2%, penyakit gagal ginjal kronis, dari 0,2% (2013) menjadi 0,38% (2018).

Kenaikan tren penyakit mematikan ini juga berdampak terhadap kenaikan pengeluaran pembiayaan penyakit yang dikeluarkan pemerintah.

Data BPJS Kesehatan pada tahun 2022 menyatakan, terjadi peningkatan jumlah pembiayaan penyakit berbahaya yang memakan anggaran hingga Rp 24,06 triliun.

Penyakit jantung, kanker, stroke, dan gagal ginjal merupakan empat penyakit teratas yang menghabiskan biaya BPJS Kesehatan di tahun lalu.

Konsumsi tinggi GGL merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan kenaikan angka penyakit tidak menular (PTM). Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, konsumsi garam yang berlebihan dapat meningkatkan risiko kematian akibat jantung dan stroke.

Demikian pula dengan konsumsi gula yang berlebihan berkontribusi pada kelebihan berat badan dan obesitas dan dapat menyebabkan penyakit Diabetes. Sedangkan konsumsi lemak trans meningkatkan risiko penyakit jantung dan kematian.

Baca Juga: 5 Manfaat Buah Bit Untuk Kesehatan Tubuh, Jangan Lewatkan!

WHO merekomendasikan sejumlah hal untuk pengendalian konsumsi gula garam lemak (GGL) di Indonesia. Pertama, perubahan regulasi atau kebijakan untuk mengatur kandungan dan konsumsi GGL.

Kedua, menerapkan labeling pada setiap produk makanan dan minuman yang mengandung GGL. Ketiga, reformulasi produk makanan dan minuman. Keempat, melakukan edukasi untuk mengubah perilaku dan kampanye media massa.

Kelima, menyediakan lebih banyak ketersediaan makanan dan minuman dengan kandungan GGL rendah di lingkungan sekolah, tempat kerja, supermarket, restoran, dan ruang publik lainnya.

Keenam, menetapkan kebijakan fiskal pada makanan dan minuman untuk mengurangi konsumsi GGL yang berlebihan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet

[X]
×