Reporter: Jane Aprilyani, Lidya Yuniartha | Editor: Lidya Yuniartha
KONTAN.CO.ID - Kegiatan membakar sampah terbuka sudah dilarang sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Namun, realitanya, masih banyak masyarakat yang masih melakukannya.
Martinus Devy Adrian Manorek, CFO & Head of Responsible Waste Management Waste4Change, menyebutkan, fenomena pembakaran sampah masih terjadi secara luas masih terjadi secara luas terutama di pemukiman padat dan area yang tidak terlayani pengangkutan sampah secara rutin.
Padahal, menurutnya, dampak yang ditimbulkan dari pembakaran sampah secara terbuka tak hanya berdampak bagi kesehatan, tapi juga bagi sosial. Dari sisi sosial, konflik antarwarga sering muncul karena bau dan asap.
“Di beberapa wilayah, warga menyampaikan bahwa asap pembakaran memicu pertengkaran kecil dan komplain antar tetangga, terutama saat pembakaran terjadi berulang atau dilakukan malam hari,” ujar Martinus.
Nah, dari sisi kesehatan, sesak napas akibat paparan asap jadi keluhan yang paling banyak disampaikan masyarakat.
Dia bilang, kandungan polutan dari pembakaran sampah, terutama PM 2.5, atau Particulate Matter berukuran kurang dari 2,5 mikrometer yang berukuran sangat kecil, dapat masuk ke paru-paru dan meningkatkan risiko penyakit pernapasan dan jantung.
Anak-anak, lansia dan warga yang tinggal dekat titik pembakaran menjadi kelompok yang paling rentan atas kegiatan ini.
“Dalam riset kami, sebagian pelaku pembakaran sampah mengakui memahami risiko tersebut, tetapi tetap membakar karena tidak memiliki akses layanan pengangkutan sampah yang memadai,” kata Martinus.
Baca Juga: Waspada! 11 Juta Orang Meninggal Akibat Penyakit Neurologis Tiap Tahun
Tak hanya dari sisi kesehatan, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto juga menyoroti dampak pembakaran sampah ke lingkungan.
Tentu, pembakaran sampah menyebabkan polusi udara karena adanya zat berbahaya yang dilepaskan ke atmosfer seperti partikel halus, karbon monoksida, dioksin dan senyawa volatile lainnya sehingga kualitas udara menjadi buruk.
Lebih dari itu, pembakaran sampah pun berdampak pada perubahan iklim, di mana emisi gas rumah kaca seperti amonia dan karbon dioksida bisa mempercepat pemanasan global. Dampaknya pun bisa mencemari tanah dan air.
"Abu dan sisa pembakaran mencemari tanah dan air, merusak struktur tanah dan sumber air tanah serta mengganggu kehidupan makhluk hidup di tanah dan air," kata Asep.
Pembakaran sampah tak hanya berdampak ke pernapasan, tapi juga bisa berdampak ke paru.
"Saat proses pembakaran akan menimbulkan partikel yang tertumpuk di paru-paru dan menciptakan peradangan, serta gangguan di paru, bisa juga ke jantung," ujar Hary Sakti Muliawan, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Rumah Sakit Universitas Indonesia yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Hipertensi Paru Indonesia (INA-PH).
Efek sederhana yang ditimbulkan dari pembakaran sampah yang pasti adalah batuk-batuk. Namun, paru-paru bisa lebih mudah terinfeksi dan dalam jangka panjang bisa melebar menjadi hipertensi paru.
Selanjutnya: Kantongi Dana Segar dari IPO, RLCO Bidik Laba Rp 40 Miliar
Menarik Dibaca: Kenalan Sama Malware Sturnus yang Bisa Bobol WhatsApp & Telegram, Cek di Sini!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













