Reporter: Vina Elvira | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Apakah Anda tahu? Para penderita Covid-19 yang telah dinyatakan sembuh melalui hasil test PCR yang negativ memiliki risiko untuk mengalami long covid, yaitu kondisi di mana gejala Covid-19 yang dialami, tidak sepenuhnya pulih. Kondisi tersebut, bisa berlangsung selama beberapa pekan hingga berbulan-bulan sejak awal seseorang tertular virus covid-19.
“Biasanya kasus ringan akan sembuh 1-2 minggu sejak awal infeksi, namun pada long covid, keluhan atau gejalanya bisa dirasakan lebih dari 28 hari hingga berbulan-bulan,” ungkap dr. Putu Eka Prayastiti Kefani yang juga co-founder Komunitas Sadar Sehat, saat dihubungi Kontan, Rabu (24/3).
Dokter yang juga akrab disapa Fani ini mengungkapkan, ada ratusan gejala yang bisa dialami oleh para penderita long covid. Namun, gejala yang paling sering dilaporkan setelah 6 bulan dinyatakan sembuh adalah, kelelahan, malaise setelah beraktivitas, juga penurunan fungsi kognitif.
“Sangat bervariasi, ada 205 gejala yang dilaporkan pada 10 sistem organ tubuh kita. Jadi organ apa saja bisa kena, keluhan apa saja bisa muncul. Ini berdasarkan penelitian terhadap 3.762 responden dari 56 negara lho ya,” terang Fani.
Baca Juga: Pergi ke tempat ini meningkatkan risiko infeksi virus corona
Namun, ungkap Fani, ada juga keluhan-keluhan yang cenderung tidak umum, tapi sangat mungkin dialami oleh para penyintas Covid-19. Antara lain, miokarditis (radang otot jantung), fungsi paru-paru abnormal, cedera ginjal, ruam, rambut rotok, masalah dengan indra penciuman dan pengecap, gangguan tidur, gangguan memori dan konsentrasi, kegelisahan, juga perubahan mood.
Fani mengatakan, hingga saat ini para ahli sendiri pun belum yakin, terkait apa yang sebenarnya menjadi faktor penyebab terjadinya long covid. Tapi, dia memaparkan sebenarnya ada beberapa kemungkinan yang bisa menjadi faktor penyebab dari long covid.
“Berkurang atau kurangnya respon dari sistem kekebalan, kambuh atau infeksi ulang virus, adanya proses inflamasi atau reaksi sistem imun, penurunan fungsi fisik akibat tirah baring atau tidak aktif dalam waktu lama saat sakit, juga stres pasca-trauma,” jelas Fani.
Menurut penelitian, tambah dia, long covid lebih berisiko terjadi pada beberapa kalangan. Seperti, kalangan orang dewasa yang lebih tua, orang dengan indeks masa tubuh (IMT) lebih tinggi, juga wanita.
“So what? So, kita kendalikan apa yang bisa dikendalikan, yaitu IMT. Bagi yang maaf, kegemukan atau obesitas, ada baiknya mulai sekarang lakukan perubahan pola hidup, agar IMT-nya normal, dan risiko kena long covid bisa jadi lebih kecil,” kata dia.
Sedangkan lama long covid yang dialami, kata dia, akan berbeda-beda pada setiap orangnya. Bagi penyintas yang long covidnya sebentar atau kurang dari 90 hari sudah pulih, puncak gejalanya biasa dirasakan pada minggu kedua pasca sembuh dari Covid-19. “Sementara bagi yang long covid-nya lebih lama atau di atas 90 hari, puncak gejalanya baru dirasakan pada bulan ke 2,” jelas Fani.
Antisipasi yang Bisa dilakukan
Fani menegaskan, jangan pernah menganggap sepele long covid ini, seringan apapun gejala yang dialami, harus segera dikonsultasikan ke dokter terkait. Terutama ketika keluhannya cukup berat dan semakin memburuk. “Saat ini long covid dialami sebagian besar penyintas, namun mungkin tidak semua sadar bahwa ini berhubungan dengan Covid-19 yang dulu dialaminya,” tegas Fani.
Menurutnya, dengan mencari pertolongan sedini mungkin, diyakini Fani dapat meringankan gejala long covid yang dialami. Sehingga, para penyintas bisa tetap menjalani aktivitas dengan produktif setiap harinya.
Fani berpesan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan secara mandiri di rumah, bagi mereka yang mengalami long covid. Jika mengalami gejala nyeri atau demam, penyintas bisa mengonsumsi obat pereda nyeri, seperti paracetamol atau ibuprofen.
Selain itu, menjaga kesehatan dan mengelola stress dengan baik juga sangat diperlukan bagi para penderita long covid. “Menjaga kesehatan secara umum, pola makan yang sehat, kualitas tidur yang biak, membatasi asupan alkohol, membatasi asupan kafein, dan tidak merokok,” ungkapnya.
Terakhir, dukungan psiko sosial juga sangat penting untuk menjaga kesehatan mental para penyintas yang mengalami long covid. “Dukungan psiko-sosial juga sangat perlu karena mempengaruhi kesehatan mental dan sosial juga, seperti, memiliki support keluarga, keamanan finansial, juga memiliki jaminan kesehatan seperti BPJS,” pungkasnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #jagajarakhindarikerumunan #cucitangan #cucitanganpakaisabun
Selanjutnya: Donor plasma konvalesen dari penyintas untuk ringankan beban pasien Covid-19
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News