Reporter: SS. Kurniawan | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - Ketika pandemi COVID-19 berlanjut di seluruh dunia, pejabat kesehatan masyarakat mengamati mutasi dan varian virus corona tertentu, terutama Delta, yang lebih menular dari jenis aslinya. Berikut ini gejala varian Delta
Virus, termasuk corona baru, terus-menerus berubah untuk beradaptasi dan bertahan hidup. Dan, varian baru muncul ketika suatu galur memiliki satu atau lebih mutasi yang berbeda dari yang lain.
Mengutip WebMD, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memantau varian baru virus corona untuk mengetahui, apakah penularannya bisa menyebabkan lonjakan kasus dan kematian.
Juga, apakah vaksin saat ini bisa memberikan perlindungan terhadap varian baru virus corona.
AS mengklasifikasikannya sebagai "variant of interest" yang bisa menyebabkan wabah tetapi tidak tersebar luas. Lalu, “variant of concern”, yang menunjukkan bukti peningkatan penularan dan penyakit yang lebih parah.
Kemudian, “variant of high consequence” yang membuat vaksin dan perawatan jauh lebih kecil kemungkinannya untuk bekerja dengan baik menghadapi varian tersebut.
Baca Juga: Satgas Covid-19 rilis Surat Edaran Pembatasan Kegiatan selama Idul Adha, ini isinya
Sejauh ini, AS belum mengklasifikasikan varian virus corona apa pun sebagai "variant of high consequence," tetapi banyak jenis telah diberi label sebagai "variant of concern" yang perlu diikuti dengan cermat.
Secara khusus, varian Delta telah menarik perhatian selama sebulan terakhir karena peningkatan pesat dalam kasus COVID-19 di beberapa negara, termasuk AS.
Melansir WebMD, varian Delta, juga dikenal sebagai B.1.617.2, bisa menyebar lebih mudah, menurut CDC. Strain memiliki mutasi pada protein lonjakan yang membuatnya lebih mudah menginfeksi sel manusia.
Itu berarti, orang mungkin lebih menular jika mereka tertular virus varian Delta dan lebih mudah menyebarkannya ke orang lain. Sekarang, varian Delta, yang pertama kali diidentifikasi di India, menjadi strain dominan di AS.
Apa saja gejala varian Delta?
Faktanya, para peneliti mengatakan, varian Delta sekitar 50% lebih menular dibanding arian Alpha, yang pertama kali diidentifikasi di Inggris, laporan The Washington Post menyebutkan.
Alpha, juga dikenal sebagai B.1.1.7, sudah 50% lebih menular dari virus corona asli yang pertama kali diidentifikasi di China pada 2019.
Baca Juga: Protokol isolasi mandiri buat pasien Covid-19, sudah terapkan dengan benar?
Pakar kesehatan masyarakat memperkirakan, rata-rata orang yang terinfeksi varia Delta menyebarkannya ke tiga atau empat orang lain, dibandingkan dengan satu atau dua orang lain melalui jenis virus corona asli, menurut Yale Medicine.
Varian Delta mungkin juga bisa lolos dari perlindungan vaksin dan beberapa perawatan COVID-19, meskipun penelitian masih berlangsung.
Gejala varian Delta mirip dengan yang terlihat pada jenis virus corona asli dan varian lainnya, termasuk:
- batuk terus-menerus
- sakit kepala
- demam
- sakit tenggorokan
Pada saat yang sama, pasien COVID-19 di Inggris menunjukkan beberapa gejala sedikit berbeda untuk varian Delta, menurut data dari Studi Gejala COVID ZOE.
Gelaja umum:
- Sakit kepala
- sakit tenggorokan
- pilek
- demam
Gejala kurang umum:
- Batuk
- kehilangan penciuman
Saat ini, para ilmuwan masih melacak data untuk menentukan seberapa mematikan varian Delta.
Berdasarkan rawat inap di Inggris, varian Delta tampaknya lebih cenderung menyebabkan rawat inap dan kematian, terutama di antara orang yang tidak divaksinasi, menurut sebuah penelitian baru-baru ini yang diterbitkan di jurnal The Lancet.
Selanjutnya: Penting bagi pasien Covid-19, ini cara meningkatkan saturasi oksigen menurut Kemenkes
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News