kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Epidemiolog: karantina mandiri harus terstandar dan disertai pengawasan yang cukup


Rabu, 15 Desember 2021 / 10:10 WIB
Epidemiolog: karantina mandiri harus terstandar dan disertai pengawasan yang cukup


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah epidemiolog menilai pemberian diskresi untuk melakukan karantina mandiri bagi pejabat perlu dilakukan dengan menggunakan dengan standar yang ketat.

Epidemiolog Universitas Airlangga (Unair), Windhu Purnomo berpandangan, Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 perlu melakukan pengawasan secara rutin kepada pejabat yang melakukan karantina mandiri. Menurut Windhu, hal ini bisa dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi.

Contoh konkretnya misalnya pejabat yang sedang melakukan karantina bisa memberi laporan rutin mengenai keberadaan dirinya menggunakan teknologi gps. Dengan cara itu, satgas covid-19 setempat bisa memastikan apakah pejabat yang bersangkutan patuh berdiam diri di rumah, atau seenaknya ‘keluyuran’ keluar rumah.

“Kalau melanggar nanti bisa diberikan sanksi baik bagi yang melanggar maupun pejabat yang kecolongan,” ujar Windhu kepada Kontan.co.id (14/12).

Meski begitu, Windhu berpendapat bahwa pemberian diskresi untuk melakukan karantina mandiri bagi pejabat bisa diterima demi alasan keamanan. Hanya saja, ia berharap, pejabat publik tidak lantas memanfaatkan diskresi ini untuk kemudian bepergian ke luar negeri untuk keperluan pribadi. 

Baca Juga: Varian Omicron lebih cepat menular dari Delta, selalu terapkan protokol kesehatan

“Misalnya presiden, presiden kan tentu  tidak bisa setelah seusai bertugas dari luar negeri kemudian dia dikarantina di Wisma Pademangan, kan tidak mungkin, ini kan menyangkut keamanan juga,” ujarnya.

“Tapi kalau urusannya pribadi yang tidak ada urusannya dengan dinas kenegaraan pemerintah, tidak urgen, tentu menurut saya tidak pantas (pejabat) mendapatkan diskresi,” imbuh Windhu.

Dihubungi terpisah, Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman menilai, diskresi untuk melakukan karantina mandiri sejatinya bisa diberikan kepada siapa saja, tidak mesti pejabat. Syaratnya, pelaksanaan karantina mandiri tersebut harus dilakukan dengan standar yang ketat. 

Dari segi tempat misalnya, rumah yang dijadikan sebagai lokasi karantina harus mendukung pelaku karantina untuk melakukan aktivitasnya secara terisolir tanpa kontak dengan anggota keluarga/penghuni yang lain. 

Anggota keluarga juga harus paham betul apa-apa saja hal-hal yang perlu dilakukan maupun hal-hal yang mesti dihindari selama karantina mandiri dilakukan.  Di sisi lain, pengawasan terhadap orang yang melakukan karantina mandiri juga harus terus dilakukan secara rutin oleh tenaga kesehatan/Satgas Covid-19 setempat. 

Baca Juga: Patut waspada, infeksi virus corona bisa mengganggu otak

“Tidak mesti ditungguin, tapi setidaknya ada (pengawasan) dalam bentuk telepon, atau sesekali secara random mendatangi, untuk memastikan dia ada, enggak ke mana-mana, kalau ketahuan (berpergian) langsung denda,” ujar Dicky kepada Kontan.co.id (14/12).

Namun, Dicky juga menilai bahwa diskresi untuk melakukan karantina mandiri di rumah juga perlu mempertimbangkan konteks kebahayaan. Bagi orang-orang yang baru saja berpergian ke lokas-lokasi dengan risiko penularan Covid-19 varian Omicron misalnya, bisa dipertimbangkan untuk melakukan karantina secara pusat di fasilitas yang ditunjuk oleh pemerintah.

“Jadi kalau dari negara yang memang (memiliki risiko penularan) serius itu perlu sekali ada kehati-hatian,” ujar Dicky.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×