Sumber: Kompas.com | Editor: Adi Wikanto
KONTAN.CO.ID - Jakarta. Keputusan Kementerian Pertanian memasukkan ganja sebagai tanaman obat menuai kontroversi. Namun dibalik kontroversi tersebut, sejumlah penelitian menyebut ganja sebagai tanaman obat memang bisa menyembuhkan berbagai penyakit.
Masuknya ganja sebagai tanaman obat tercantum dalam Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia (Kepmentan) Nomor 104 Tahun 2020 tentang Komoditas Binaan Kementerian Pertanian. Akibat kontroversi, Kementerian Pertanian untuk sementara mencabut aturan tersebut.
Penggunaan ganja sebagai tanaman obat masih menjadi hal yang kontroversial di Indonesia. Di Indonesia, menggunakan dan memiliki ganja (Cannabis sativa) merupakan perbuatan ilegal. Hal ini karena ganja merupkan salah satu jenis narkotika golongan I yang terlampir dalam Undang-undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika).
Baca juga: Tupperware promo September 2020 baru dimulai, ada tumbler, eco bottle, bowl set dll
Berbeda dengan Indonesia, beberapa negara justru melegalkan penggunaan ganja sebagai tanaman obat. Sebut saja negara seperti Kanada, Uruguay, Jamaika, Thailand, bahkan Korea Utara yang tertutup melegalkan penggunaan mariyuana. Salah satu alasannya adalah banyaknya penelitian yang mendukung manfaat ganja sebagai tanaman obat dalam berbagai penggunaan medis.
Tentunya, penggunaan ganja sebagai tanaman obat untuk keperluan medis hanya berlaku sesuai porsi dan dianjurkan oleh dokter. Lalu, apa saja sih penyakit yang diberikan terapi atau obat berupa ganja? Berikut beberapa penelitian yang membuktikan manfaat ganja untuk beberapa penyakit baik fisik maupun psikis.
1. Anti-nyeri neuropatik
Nyeri neuropatik merupakan sebuatan umum untuk menggambarkan rasa nyeri akibat kerusakan pada saraf. Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal CMAJ pada Oktober 2010 menemukan bukti bahwa ganja sebagai tanaman obat mampu meredakan nyeri neuropatik. Dengan mengisap marijuana, nyeri neuropatik bisa berkurang.
Penelitian ini melibatkan 23 peserta usia dewasa yang mengalami nyeri neuropatik pasca-trauma atau pasca-operasi besar. Para peserta diminta mengisap dosis 25 mg tonggal melalui pipa tiga kali sehari selama 5 hari. Setelahnya, intensitas nyeri yang dirasakan peserta diukur menggunakan skala numerik.
Hasilnya, intensitas nyeri berkurang signifikan. Selain itu, peserta mengalami peningkatan kualitas tidur. Meski begitu, studi mengenai keamanan metode ini harus dilakukan lebih lanjut.
2. Radang usus kronis
Ganja sebagai tanaman obat, telah dilaporkan menghasilkan efek menguntungkan bagi pasien dengan penyakit radang usus. Studi yang diterbitkan dalam jurnal Clinical Gastroenterology Hepatology tahun 2013 melakukan uji kontrol terkait hal tersebut.
Mereka merekrut 21 pasien radang usus kronis yang dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama diminta mengisap ganja, sedangkan kelompok kedua diminta mengisap plasebo (obat kosong). Hasilnya, selama 8 minggu perawatan, kelompok pertama dilaporkan mengalami peningkatan nafsu makan dan tidur tanpa efek samping yang signifikan.