CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.343.000   21.000   0,90%
  • USD/IDR 16.729   -36,00   -0,21%
  • IDX 8.407   44,65   0,53%
  • KOMPAS100 1.165   5,83   0,50%
  • LQ45 849   5,46   0,65%
  • ISSI 293   1,52   0,52%
  • IDX30 443   2,43   0,55%
  • IDXHIDIV20 514   3,54   0,69%
  • IDX80 131   0,83   0,64%
  • IDXV30 136   0,12   0,09%
  • IDXQ30 142   1,06   0,76%

Cegah Tuli Dini di Indonesia, Cochlear Australia Jajaki Kerja Sama dengan BPJS


Rabu, 19 November 2025 / 18:56 WIB
Cegah Tuli Dini di Indonesia, Cochlear Australia Jajaki Kerja Sama dengan BPJS
ILUSTRASI. Stu Sayers, President Cochlear, Asia Pacific & Latin America, Rabu (19/11) di Kantornya, Macquarie Park, New South Wales, Australia menyatakan, kebutuhan alat bantu dengar di pasar global terus mjningkat. Cochlear tengah menJajaki kerja sama dengan BPJS Kesehatan untuk cegah tuli dini di Indonesia. FOTO: KONTAN/Syamsul Ashar


Reporter: Syamsul Ashar | Editor: Syamsul Azhar

KONTAN.CO.ID - SYDNEY — Cochlear, perusahaan teknologi medis asal Australia yang memproduksi implan bantu dengar, sedang menjajaki potensi kerja sama dengan Pemerintah Indonesia serta BPJS Kesehatan untuk mengatasi kasus tuli dini akibat gangguan pendengaran. 

Hal itu disampaikan oleh Jason Chai, Director of Market Access & Government Affairs Cochlear saat ditemui di kantor pusatnya Rabu (19/11). Namun, Jason belum memperinci bentuk spesifik kerja sama yang diusulkan.

Baca Juga: Dehidrasi Anak Turun Kognitif? Ini Solusi Air Kemasan Berkualitas

Inisiatif Cochlear untuk menggandeng BPJS Kesehatan dan pemerintah Indonesia sangat strategis dari sudut kesehatan publik, terutama dalam mencegah tuli dini. Berkaca pada kasus di Australia, langkah ini perlu dimulai degan membuat kebijakan pemerintah untuk mewajibkan tes klinik bayi yang baru lahir apakah memiliki gangguan pendengaran atau  tidak. 

Sebab jika ditangani lebih awal, maka penanganan bagi bayi dengan gangguan pendengaran akan lebih baik terutama dalam menerima stimulus kecerdasan bahasa dan otak secara umum.

29 Pebisnis Raksasa Agribisnis Australia Datangi Jakarta, Ada Misi Apa?

Upaya ini muncul di tengah tantangan besar kapasitas produksi implan bantu dengar di Cochlear. Alex Stonehouse, Director of Manufacturing Cochlear, mengungkapkan bahwa pabrik-pabrik perusahaan saat ini masih mengandalkan tenaga manusia untuk merakit implan, sehingga prosesnya dapat memakan waktu berminggu-minggu. Dia menambahkan bahwa tidak mudah mencari pekerja terlatih untuk produksi karena diperlukan pelatihan hingga enam bulan.

Baca Juga: Indonesia dan Singapura Perkuat Enam Kerja Sama

Saat ini, Cochlear memiliki fasilitas produksi implan di Australia yakni di kantor pusat Macquarie Park, New South Wales Austalia, Chengdu (China), dan Langkawi (Malaysia). 

Meski tersebar di tiga lokasi, total kapasitas produksi Cochlear hanya mencapai sekitar 12.000 unit per tahun. Sementara itu, menurut Stu Sayers, Presiden Cochlear untuk kawasan Asia Pasifik dan Amerika Latin, kebutuhan implan bantu dengar di kawasan Asia Pasifik mencapai 55.000 unit per tahun, dan terus meningkat.

Kesenjangan besar antara produksi dan kebutuhan ini menimbulkan pertanyaan serius di tengah krisis pendengaran yang makin mengkhawatirkan di kawasan Asia Pasifik.

Angka Mengkhawatirkan

Menurut laporan Cochlear dan data publik lainnya, di wilayah Western Pacific tercatat sekitar 546 juta orang hidup dengan gangguan pendengaran, termasuk 38 juta anak-anak. 

Sementara, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa pada 2050, jumlah penderita gangguan pendengaran di kawasan ini dapat melonjak hingga 760 juta jiwa, seiring pertambahan populasi lansia.  

Tonton: Ekspor Batubara Akan Dikenakan Bea Keluar, Tarif Mengikuti Tren Harga

Beban ekonomi dari gangguan pendengaran juga sangat besar. Berdasarkan hitungan dari Cochlear dalam “10 Facts About Hearing Loss in Asia Pacific” total biaya sosial-ekonomi gangguan pendengaran di kawasan Western Pacific bisa mencapai US$ 28 miliar per tahun.  

Yang lebih mengejutkan: hanya 1 dari 20 orang yang secara klinis membutuhkan implan bantu dengar, yang benar-benar bisa mendapat akses memadai. 

Padahal, diagnosis dan intervensi dini terhadap kegagalan pendengaran terbukti dapat meningkatkan kualitas hidup, mencegah isolasi sosial, dan mengurangi dampak psikologis.

Keterbatasan kapasitas produksi menjadi hambatan utama dalam pemenuhan permintaan. Kekurangan pekerja terlatih untuk merakit implan secara manual memaksa Cochlear menghadapi dilema: mempercepat produksi tanpa menurunkan kualitas, atau memperlambat ekspansi distribusi.

Jika kerja sama dengan BPJS dan pemerintah Indonesia benar-benar terealisasi, potensi akses implan bagi pasien tuli dini bisa meningkat secara signifikan. Namun, tanpa peningkatan kapasitas produksi, kerja sama tersebut berisiko menjadi janji tanpa aksi yang berarti.

BOS KCIC Serahkan Urusan Utang Kereta Cepat ke Danantara

Tren Pasar Implan Bantu Dengar

Permintaan akan implan koklea diperkirakan terus tumbuh. Sebuah laporan dari Research and Markets menyebutkan bahwa pasar global hearing implants dapat mencapai  US$ 4,9 miliar pada 2030, dengan pertumbuhan tahunan (CAGR) sekitar 7,7% dari 2024 hingga 2030. 

Sementara itu, menurut Marketsand, pasar implan koklea global diprediksi mencapai US$ 4,73 miliar pada 2030, dengan CAGR 9,2%.  

Baca Juga: Kerja sama ICD–Indonesia Eximbank Bidik Pembiayaan Syariah Skspor Senilai US$ 30 Juta

Tidak hanya masalah kesehatan: Cochlear juga mencatat bahwa implan koklea memberikan manfaat sosial-ekonomi besar. Dalam laporan kepada pemegang saham, disebutkan bahwa manfaat sosial bersih dari implant yang dipasang dalam setahun (melalui peningkatan produktivitas dan pengurangan beban sosial) diperkirakan lebih dari US$ 7 miliar selama masa hidup penerima implan tersebut. 

Inisiatif Cochlear untuk menggandeng BPJS Kesehatan dan pemerintah Indonesia sangat strategis dari sudut kesehatan publik, terutama dalam mencegah tuli dini. 

Namun, tanpa peningkatan signifikan dalam kapasitas produksi, keterjangkauan implan koklea tetap menjadi masalah besar. Sementara itu, data epidemiologis dan ekonomi dari kawasan Asia Pasifik menunjukkan urgensi intervensi — dan potensi kerugian sosial-ekonomi jika masalah ini dibiarkan.

Selanjutnya: Aset Safe Haven Jadi Buruan, Harga Emas Naik Lebih dari 1%

Menarik Dibaca: Ramalan Zodiak Keuangan dan Karier Besok Kamis 20 November 2025: Waktunya Bersinar

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×