Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri
KONTAN.CO.ID - Komunitas Save Our Surroundings (SOS) menggelar aksi damai memperingati Hari Kesehatan Nasional di Silang Selatan Monas, Jakarta Pusat, pada Rabu (12/11). Salah satu yang menjadi sorotan SOS tersebut adalah, lemahnya kebijakan pengendalian tembakau akibat intervensi dari industri tembakau.
Aksi disertai dengan berbagai kegiatan, antara lain bermain peran (roleplay) menggambarkan adegan rapat pembuatan kebijakan kesehatan yang diintervensi oleh industri tembakau. Selain itu, para aktivis kesehatan itu juga melakukan orasi publik, serta penyampaian tuntutan kepada Presiden Prabowo Subianto dan jajaran kementerian terkait.
“Peringatan Hari Kesehatan Nasional seharusnya menjadi momentum refleksi, sejauh mana negara berpihak pada kesehatan rakyatnya. Namun sayangnya, kebijakan pengendalian tembakau terus dilemahkan oleh industri rokok yang kepentingannya jelas bertentangan dengan kepentingan negara untuk melindungi kesehatan publik,” ujar Beladenta Amalia, Tobacco Control Lead di Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) saat orasi.
Beladenta juga menyerukan agar negara kembali berpihak pada kesehatan rakyat, bukan pada kesehatan industri rokok. Ia juga menyoroti soal lemahnya peran negara dihadapan industry rokok. Ini terlihat dalam implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) tentang Kesehatan, yang merupakan turunan dari Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023.
Baca Juga: Intip Tema dan Logo Hari Kesehatan Nasional Ke-61 pada 12 November 2025
“Kementerian Kesehatan seharusnya menunjukkan komitmen nyata agar kebijakan cukai rokok dan turunan PP Kesehatan tetap berpihak pada kesehatan masyarakat. Di Kementerian Keuangan, kita melihat kebijakan fiskal mundur dengan cukai rokok tidak naik dua kali selama pemerintahan Prabowo-Gibran. Padahal, harga rokok yang diatur dengan cukai adalah instrumen paling efektif untuk menekan konsumsi rokok dan melindungi generasi muda,” tambahnya.
Di tangan pemerintah Prabowo, Beladenta melihat adanya kemunduran dalam pengendalian tembakau. “Kebijakan kesehatan kita telah dikooptasi oleh kepentingan korporasi rokok. Negara harus kembali pada mandat konstitusi, yaitu menjamin hak atas kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan melindungi kepentingan bisnis,” kata Bela.
Sejumlah perwakilan organisasi dan lembaga juga turut menyampaikan aspirasinya. . Rama Tantra Solikin, Project Officer dari Yayasan Lentera Anak juga menyoroti para pengambil kebijakan kini berkompromi dengan industri tembakau dalam penyusunan kebijakan kesehatan.
Hal itu dilakukan dengan dalih menjaga keberlangsungan industri, namun justru mengabaikan kepentingan rakyat. Ia menegaskan bahwa berbagai keputusan kebijakan yang terkait pengendalian tembakau di bidang fiskal maupun non-fiskal jelas tidak berpihak pada kesehatan publik.
Baca Juga: Waspada! 11 Juta Orang Meninggal Akibat Penyakit Neurologis Tiap Tahun
“Kementerian Kesehatan melanggar aturan benturan kepentingannya sendiri sebagaimana diatur dalam Permenkes 50/2016 tentang Pedoman Penanganan Benturan Kepentingan
Dengan Industri Tembakau dengan berdialog langsung dengan industri tembakau,” kata Rama. Padahal, menurut Rama, industri tembakau bukanlah mitra kesehatan, karena tujuan bisnis tidak akan pernah sejalan dengan upaya melindungi masyarakat.
Rama juga menyinggung laporan Tobacco Industry Interference (TII) 2025 yang menunjukkan semakin kuatnya pengaruh industri dalam melemahkan kebijakan pengendalian tembakau di Indonesia. Generasi muda adalah korban dari lemahnya kebijakan pengendalian tembakau.
Data Kemenkes menemukan, jumlah perokok anak meningkat dari 4,1 juta pada 2018 (Riset Kesehatan Dasar) menjadi 5,9 juta pada 2023 (Survei Kesehatan Indonesia), setara dengan populasi Singapura.
Nalsali Ginting, Project Monitoring and Evaluation dari Indonesia Youth Tactical Changes (IYCTC) menilai kontradiksi pemerintah yang gencar berbicara soal pemberdayaan pemuda, namun justru memberi ruang bagi industri rokok menargetkan anak-anak sebagai target pasar mereka.
“Setiap anak yang mulai merokok hari ini adalah bukti kegagalan negara dalam melindungi generasi penerusnya. Pemerintah tak bisa terus berdalih, sementara kebijakan yang longgar justru memelihara pasar rokok di kalangan muda,” tegas Nalsali. Ia menyerukan agar orang muda tetap kritis dan turut mengawasi kebijakan demi masa depan yang sehat.
Kritikan yang tak kalah pedas juga disampaikan oleh Tulus Abadi, Sekretaris Jenderal Komnas Pengendalian Tembakau. Tulus menyindir sikap para menteri yang abai terhadap kesehatan publik. Bahkan, berbagai surat dukungan masyarakat kepada Presiden dan para menteri untuk memperkuat kebijakan pengendalian tembakau tak pernah ditanggapi serius.
“Menteri Keuangan bisa menyebut cukai rokok sebagai firaun, tapi nyatanya harga rokok di Indonesia masih sangat murah. Sementara Menteri Kesehatan tak kunjung mengesahkan aturan pembatasan rokok dalam PP 28/2024 yang sudah berusia lebih dari setahun, bahkan enggan bersuara soal kenaikan harga rokok meski kebijakan cukai rokok tercantum dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2025-2029,” ungkap Tulus.
Selanjutnya: AgenBRILink Dorong Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih Jadi Penggerak Ekonomi Desa
Menarik Dibaca: Promo Weekday Superindo & Hypermart 10-13 November 2025, Diskon 50%-Beli 1 Gratis 1
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













