Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Kesehatan (Menkes) dr. Terawan Agus Putranto sebelumnya menyatakan menolak untuk berkomentar lebih jauh soal bahaya rokok elektrik untuk kesehatan. Alasannya, belum ada penelitian yang komprehensif terhadap produk tersebut.
Menanggapi pernyataan tersebut, ahli toksikologi dari Universitas Airlangga Sho'im Hidayat menyatakan, rokok elektrik (vape) dan produk tembakau alternatif lainnya, seperti produk tembakau yang dipanaskan (heated tobacco products), justru memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah daripada rokok.
Baca Juga: Beberapa pakar kesehatan sepakat perlu kajian komprehensif terkait rokok elektrik
“Publik masih menganggap produk tembakau alternatif lebih berbahaya daripada rokok. Hal itu adalah sebuah penyimpulan yang tergesa-gesa, apa dasarnya? Sangat wajar bila Bapak Menkes enggan berkomentar, karena kajian ilmiah yang komprehensif dan informasi yang akurat tentang produk tersebut masih minim di Indonesia,” kata Sho’im dalam keterangannya, Rabu (27/11).
Sho’im menjelaskan produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik (vape) dan produk tembakau yang dipanaskan, memiliki risiko kesehatan lebih rendah daripada rokok karena tidak terjadi proses pembakaran.
Sebagai contoh, produk tembakau yang dipanaskan memanaskan batang tembakau asli pada suhu tertentu sehingga tidak menghasilkan asap, melainkan non-smoke aerosol (kabut).
Baca Juga: Kajian ilmiah terhadap rokok elektrik masih minim di Indonesia
Asap yang dihasilkan dari pembakaran rokok mengandung partikel karbon (unsur utama) dan lebih dari 5.000 senyawa mikropartikel padat. Jumlah total partikel padat tersebut setelah dikurangi kadar air dan nikotin disebut sebagai TAR.
Sedangkan pada produk tembakau yang dipanaskan, bahan kimia yang terkandung, terutama senyawa organik, dan air akan menguap ketika dipanaskan. Uap tersebut akan terkondensasi menjadi partikel cair dan membentuk non-smoke aerosol (kabut).
“Jika mengacu pada pengertian TAR seperti yang disebutkan di atas, maka produk tembakau yang dipanaskan tidak menghasilkan TAR,” ucap Sho’im.
Baca Juga: Menkes siap menampung aspirasi publik soal pro-kontra rokok elektrik
Hal ini didukung oleh kajian ilmiah komprehensif yang dilakukan oleh negara maju. Institut Federal Jerman untuk Penilaian Risiko (German Federal Institute for Risk Assessment/BfR) menunjukkan bahwa produk tembakau yang dipanaskan memiliki tingkat toksisitas (tingkat merusak suatu sel) yang lebih rendah hingga 80-90% dibandingkan rokok.