kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

99 Anak Meninggal Karena Gagal Ginjal Akut Misterius, Waspadai Gejala Berikut


Kamis, 20 Oktober 2022 / 06:53 WIB
99 Anak Meninggal Karena Gagal Ginjal Akut Misterius, Waspadai Gejala Berikut
ILUSTRASI. gagal ginjal akut misterius


Reporter: Adi Wikanto | Editor: Adi Wikanto

KONTAN.CO.ID - Jakarta. Kasus gagal ginjal akut misterius di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Hampir 100 anak balita meninggal karena gagal ginjal akut misterius. Orang tua harus waspada terhadap gejala gagal ginjal akut misterius yang terjadi pada anak-anak berikut.

Dalam keterangan di website resmi, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah menerima laporan peningkatan kasus gagal ginjal akut misterius. Kemenkes menyebut penyakit tersebut sebagai Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal/Acute Kidney Injury (AKI) .

Kasus gagal ginjal akut misterius ini menyerang anak-anak, utamanya di bawah usia 5 tahun. Hingga 18 Oktober 2022, jumlah kasus gagal ginjal akut misterius yang dilaporkan sebanyak 206 dari 20 provinsi.

Angka kematian kasus gagal ginjal akut misterius ini sebanyak 99 anak. Khusus di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, angka kematian kasus gagal ginjal akut misterius ini mencapai 65 persen.

Baca Juga: Selain Paracetamol, Obat Sirup Ini juga Dilarang, Apa Penggantinya?

Gejala kasus gagal ginjal akut misterius

Seiring dengan peningkatan kasus gagal ginjal akut misterius tersebut, Kemenkes meminta para orang tua untuk tidak panik. Kemenkes meminta orang tua tetap tenang, namun selalu waspada terutama ketika anaknya mengalami gejala gagal ginjal akut misterius ini.

Gejala gagal ginjal akut misterius yang terjadi pada anak-anak Indonesia antara lain diare, mual, muntah, demam selama 3-5 hari, batuk, pilek, sering mengantuk. Selain itu, gejala gagal ginjal akut misterius lanjutan berupa jumlah air seni/air kecil semakin sedikit bahkan tidak bisa buang air kecil sama sekali.

“Ini sangat penting kepada seluruh masyarakat khususnya yang mempunyai anak di bawah umur 18 tahun, utamanya adalah anak balita, kalau terjadi penurunan frekuensi buang air kecil dan juga penurunan air kencingnya, bahkan sama sekali tidak keluar air kencingnya atau yang disebut anuria itu maka segera dilakukan pemeriksaan atau dibawa ke fasilitas pelayanan kesehatan,” ujar Juru Bicara Kemenkes Syahril, dalam keterangan persnya, Rabu (19/10/2022) secara virtual.

Syahril juga meminta keluarga pasien gagal ginjal akut misterius untuk membawa atau menginformasikan obat yang dikonsumsi sebelumnya. Orang tua perlu menyampaikan riwayat penggunaan obat kepada tenaga kesehatan.

“Jadi kalau anak ini dibawa ke dokter atau rumah sakit, obat-obat yang diminum sebelumnya itu harus dibawa untuk menyampaikan riwayat pengobatan yang sudah dilakukan atau obat-obat yang telah diminum sebelumnya,” ujarnya.

Untuk meningkatkan kewaspadaan dan dalam rangka pencegahan, Kemenkes juga sudah meminta tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair/sirup, sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas.

“Kementerian Kesehatan juga meminta seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk cair/sirup kepada masyarakat sampai hasil penelusuran dan penelitian yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dan BPOM [Badan Pengawas Obat dan Makanan] ini tuntas,” ujarnya.

Kemenkes juga mengimbau masyarakat agar dalam pengobatan anak untuk sementara waktu tidak mengonsumsi obat dalam bentuk cair/sirup tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan.

“Sebagai alternatif dapat menggunakan sediaan lain seperti tablet, kapsul, suppositoria [anal], atau lainnya,” ujarnya.

Sebagai langkah awal untuk menurunkan fatalitas AKI, ujar Syahril, Kemenkes melalui RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo telah membeli antidotum yang didatangkan langsung dari luar negeri.

Sebelumnya, Kemenkes telah menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02/I/3305/2022 tentang Tata Laksana dan Manajemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) pada Anak di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Kemenkes juga telah mengeluarkan Surat Edaran SE) Nomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) pada Anak yang ditujukan kepada seluruh dinas kesehatan, fasyankes, dan organisasi profesi.

Syahril menyampaikan, Kemenkes bersama BPOM, ahli epidemiologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), farmakolog, dan Pusat Laboratorium Forensik (Puslatfor) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) tengah melakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan penyebab pasti dan faktor risiko yang menyebabkan gangguan ginjal akut.

“Dalam pemeriksaan yang dilakukan terhadap sisa sampel obat yang dikonsumsi oleh pasien, sementara ini ditemukan jejak senyawa yang berpotensi mengakibatkan gangguan ginjal akut atipikal ini. Saat ini, Kementerian Kesehatan dan BPOM masih terus menelusuri dan meneliti secara komprehensif termasuk kemungkinan faktor risiko yang lainnya,” ujarnya.

Syahril menyampaikan hasil pemeriksaan menunjukkan tidak adanya bukti antara AKI dengan vaksin COVID-19. ”Dari hasil pemeriksaan, tidak ada bukti hubungan kejadian AKI dengan vaksin COVID-19 maupun infeksi COVID-19. Karena gangguan AKI pada umumnya menyerang anak usia kurang dari 6 tahun, sementara program vaksinasi belum menyasar anak usia 1-5 tahun,” tandasnya.

Itulah gejala gagal ginjal akut misterius yang menyebabkan 99 anak balita di Indonesia meninggal. Segera hubungi dokter jika anak mengalami gejala gagal ginjal akut misterius.


 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×