Sumber: Kompas.com | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Banyak kabar yang menyatakan wifi dapat berakibat buruk bagi kesehatan, terutama bagi otak. Bukan hanya risiko kanker otak, tapi juga tumor otak dan gangguan otak lainnya.
Benarkah kabar tersebut? Mari kita simak penjelasan yang disarikan dari tulisan Jack Schofield, editor komputer Guardian dan laporan dari WHO dan Cancer Reaearch UK.
Baik Guardian maupun Cancer Research UK, sama-sama menyatakan bahwa gelombang frekuensi radio yang berasal dari wifi (terutama di rumah, kantor dan tempat publik), umumnya tidak memiliki pengaruh apapun terhadap otak, sekalipun itu otak bayi.
Karena itu, wifi tidak memicu gangguan kesehatan, termasuk gangguan otak, baik dalam bentuk tumor, kanker, dan lain sebagainya.
Sekalipun IARC (International Agency for Research in Cancer) menyatakan bahwa gelombang wifi masuk golongan 2B alias agen yang bersifat karsinogen, tapi kita harus paham dulu definisi golongan 2B.
Golongan 2B artinya, agen tersebut baru mungkin memicu kanker jika dalam kondisi tertentu. Dalam hal wifi, artinya gelombang radionya harus berintensitas sangat tinggi dan paparannya harus sangat intens.
Pernyataan IARC ini, salah satunya berdasarkan pada studi Hardell yang menyebutkan bahwa ada kaitan antara penggunaan ponsel dari pengguna berat (intens) dengan tumor otak tipe tertentu.
Pernyataan IARC yang menjadi salah satu dasar argumen kabar buruk tentang wifi, sejalan dengan laporan Cancer Research UK. Lengkapnya, Cancer Research UK megatakan radiasi dari wifi afalah radiasi non-ion. Hampir semua radiasi non-ion memiliki energi yang sangat lemah dibanding radiasi ion.
Radiasi non-ion banyak digunakan untuk teknologi komunikasi, alat elektronik dan gadget, termasuk microwave, radio, remote TV, remote AC, telepon rumah, walkman, TV dan tape recorder Anda. Di antara semua perabot itu, radiasi wifi termasuk yang energinya paling lemah.
Berpuluh-puluh tahun sejak keberadaan benda-benda itu, termasuk keberadaan wifi, tidak ditemukan peningkatan kasus gangguan kesehatan otak akibat paparan gelombang radio dari benda-benda tersebut. Bahkan, stasiun transmisi wifi (BTS) masih termasuk gelombang radio berfrekuensi rendah.
Wifi, terutama di rumah-rumah, perkantoran dan tempat publik, ratusan ribu kali di bawah ambang batas berbahaya menurut standar internasional.
Karenanya, wifi dimasukkan dalam kelompok type of radiation extremely low frequency EMF atau tipe gelombang elektromagnetik yang ekstrim rendah. Gelombang radio dari wifi, 100.000 kali lebih rendah dari microwave Anda, kata Jack.
Di titik mana wifi berbahaya?
Jadi, harus seberapa seringkah kita terpapar wifi supaya bisa sakit? Atau harus seberapa tinggikah frekuensi radio dari wifi, yang bisa menyebabkan kita sakit? Ini masih belum jelas, karena belum ditemukan kasus gangguan kesehatan karena wifi sebagai penyebab langsungnya, menurut Cancer Research UK.
Penelitian yang menyebut bahwa wifi berbahaya bagi otak manusia, tidak menjelaskan secara jelas metode yang menjadi dasar penelitian. Apakah di kalangan pengguna ponsel? Berapa jam sehari rata-rata partisipan menggunakan ponselnya? Bagaimana pola pemakaiannya? Apa tipe ponselnya? Karena ponsel yang beredar di pasar harusnya sudah lulus uji keamanan.
Apakah di kalangan pengguna wifi berbasis WLAN? Seberapa sering partisipan menggunakan wifi? Di mana mereka menggunakan wifi dan bagaimana metode pemakaiannya? Karena perangkat wifi yang beredar di pasaran juga harus sudah lulus uji keamanan.
Studi InterPhone dengan 6.000 partisipan dari 13 negara tidak menemukan keterkaitan antara tumor otak dengan ponsel atau wifi. Bahkan,10 persen partisipan menggunakan ponsel dengan intens.
Studi dari Million Women Study dengan partisipan 790.000 wanita, juga tidak menemukan hubungan apapun antara wifi dengan 18 jenis kanker, termasuk kanker otak.
Namun, pada laporan pertama, para peneliti menyebutkan ada kenaikan kasus tumor otak tipe yang sangat jarang ditemukan yaitu tumor acoustic neuroma. Tapi, laporan ini kemudian diperbaiki, karena setelah dua tahun analisa lanjutan, tidak ada kenaikan kasus acoustic neuroma.
Penelitian para ilmuwan di Denmark dengan 420.000 partisipan mengatakan, tidak ada hubungannya antara penggunaan ponsel termasuk wifi dengan tumor otak (termasuk acoustic neuroma) dan leukimia.
Menanggapi beredarnya premis prematur tentang bahaya wifi, WHO mengeluarkan pernyataan sebagai berikut;
"Di bidang efek biologis dan aplikasi medis radiasi non-ion, setelah menganalisa dan melakukan kajian mendalam terhadap 25.000 artikel berbasis studi ilmiah dan literatur ilmiah selama 30 tahun terakhir, meskipun ada beberapa orang yang mengatakan bahwa penelitian lanjutan perlu dilakukan, WHO menyimpulkan bahwa bukti yang ada saat ini tidak mengonfirmasi keberadaan konsekuensi kesehatan dari paparan medan elektromagnetik tingkat rendah."
Namun, jika Anda masih khawatir dan tidak percaya akan penelitian dan kajiam-kajian para ahli dan badan-badan kesehatan di atas, Jack menganjurkan agar Anda menjaga jarak dengan perangkat wifi sejauh minimal satu meter.
Tidak meletakkan laptop di pangkuan tetapi di meja, menggunakan ear phone atau headset saat menggunajan ponsel, mengusahakan pembicaraan via ponsel sesingkat mungkin, dan memangkas waktu penggunaan internet, microwave, TV, radio, dan perangkat berbasis radiasi non-ion lainnya.
(Lily Turangan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News