Reporter: Dian Sari Pertiwi | Editor: Dian Pertiwi
KONTAN.CO.ID - MAKASSAR. Jumlah kasus kanker kolorektal atau kanker usus besar di Indonesia mencapai 30.017 kasus per tahun 2018. Angka ini mewakili 8,6% dari semua jenis kanker. Walau jarang terdengar, kanker jenis ini merupakan penyebab kematian akibat kanker nomor dua. Kanker ini menyebabkan sebanyak 880.792 kematian, atau mewakili 9,2% dari total kematian akibat kanker di dunia.
“Pasien kanker kolorektal merupakan jumlah terbanyak keempat setelah kanker payudara, serviks dan paru,” ujar Dr. Nurlina Zubair, ketua Makassar Cancer Care Community dalam keterangan resminya, Kamis (13/12).
Dia menyebut, banyak penderita kanker ini datang pada stadium lanjut. Lebih dari 90% peyakit ini enimpa penderita di atas usia 50 tahun. Meski begitu, usia di bawah 50 tahun juga berpotensi terkena penyakit mematikan ini.
Belum ada bukti ilmiah yang menerangkan penyebab kanker ini. Namun kebanyakan kanker kolorektal berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas, atau biasa di sebut adenoma dan membetuk sebuah polip pada stadium awal. Secara umum, dokter menyebut kanker tersebut terbentuk ketika sel sehat mengalami perubahan dan melakukan pembelahan diri yang tidak terkendali. Lalu, sel yang berlebihan ini mengalami penumpukan di dalam usus hingga berpotensi menjadi kanker.
Gaya hidup dan pola konsumsi dianggap menjadi penyebab munculnya kanker ini. Nurlina menyebut risiko kanker kolorektal dapat ditekan dengan mengkonsumsi banyak buah-buahan, sayuran dan gandum utuh. Selain itu, tidak mengonsumsi minuman beralkohol, tidak merokok dan berolahraga paling sedikit empat hari dalam seminggu selama 30 menit.
Kanker ini dapat didiagnosa dengan cara memeriksa sampel darah pada feses. Pemeriksaan sederhana ini merupakan penapisan awal kanker kolorektal. Caranya dengan mengambil sampel feses pada kartu khusus menggunakan reagent khusus. Reagent merupakan sejenis cairan untuk menghasilkan reaksi kimia.
Pemeriksaan lainnya dengan cara memasukkan pipa kecil berkamera ke bagian rectum hingga dokter dapat melihat bagian awal usus besar. Pemeriksaan ini dapat dilakukan setiap lima tahun sekali. Sedangkan dengan cara kolonoskopi, pipa atau selang masuk hingga ke seluruh usus besar dan mengambil polip untuk diperiksa. Pemeriksaan ini umumnya berlangsung setiap 10 tahun sekali.
Pengobatan
Pencegahan memang lebih baik dari pengobatan. Tapi, jika penyakit ini terlanjut hinggap di dalam tubuh, pasien yang mengidap kanker ini di stadium awal perlu mendapat pengobatan terapi bedah dengan tujuan kuratif atau kesembuhan total.
“Sementara pengobatan standar untuk kanker kolorektal stadium lanjut bersifat paliatif yaitu dengan kemoterapi dan terapi target,” ujar Dr. dr Warsinggih, Ketua Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar.
Mengingat banyaknya pasien kanker ini, Nurlina mengatakan pentingnya akses terhadap pengobatan yang sesuai standar kedokteran agar kesintasan dan kualitasn hidup pasien meningkat. Terkait hal itu, program Jaminan Kesehatan Nasionl (JKN) masih melanjutkan layanan pengobatan kanker kolorektal termasuk kemoterapi dan terapi target.
“Jika harus membayar sendiri, pasien tidak akan mampu. Sebab itu, kami berharap penjaminan pengobatan termasuk kemoterapi dan terapi target untuk kanker kolorektal ini tetap dipertahankan,” kata Nurlina.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News